Jakarta, ArekMemo – Kementerian Pertanian mencatat saat ini terdapat sekitar 100 kabupaten/kota terdampak kekeringan pada musim kemarau 2019 yang tersebar di wilayah Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, NTB, dan NTT.
Hal itu terungkap dalam rapat koordinasi yang digelar Kementan dengan lintas sektoral dinas pertanian kabupaten, dinas PU kabupaten serta kodim di wilayah terdampak kekeringan guna memitigasi dan mengadaptasi kekeringan.
“Sebagian besar wilayah Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara sudah tidak mengalami hujan lebih dari 30 hari. Terdapat lebih kurang 100 kabupaten/kota yang terdampak kekeringan,” kata Dirjen Prasarana dan Sarana Pertanian Kementerian Pertanian Sarwo Edhy dalam rakor Kementan di Kantor Pusat Kementerian Pertanian Jakarta, Senin.
Sarwo menyebutkan, total luas kekeringan pada musim kemarau 2019 mencapai 102.746 hektare (ha) dan puso 9.358 ha. Jawa Timur menjadi provinsi dengan wilayah paling luas terdampak kekeringan mencapai 34.006 ha dengan puso 5.069 ha. Kemudian, diikuti Provinsi Jawa Tengah dengan luas kekeringan mencapai 32.809 ha dengan puso 1.893 ha, Jawa Barat 25.416 ha dan puso 624 ha.
Selanjutnya, luas kekeringan di Daerah Istimewa (DI) Yogyakarta mencapai 6.139 ha dengan puso 1.757 ha, Banten kekeringan 3.464 ha, NTB 857 ha dan NTT 55 ha dengan puso 15 ha.
Ada pun informasi peringatan dini BMKG menyatakan tahun ini berpotensi kemarau ekstrem sampai dengan September dan puncaknya terjadi pada Agustus.
Dirjen Tanaman Pangan Sumardjo Gatot Irianto mengatakan, mitigasi kekeringan tahun ini berbeda dari tahun-tahun sebelumnya karena Kementan melibatkan wilayah-wilayah dengan potensi lahan rawa.
Menurut dia, musim kemarau seperti ini menjadi kesempatan untuk mengembangkan lahan rawa yang tetap produktif.
“Kami melibatkan juga wilayah-wilayah yang ketika terjadi kekeringan justru menjadi sumber pertumbuhan luas tanam baru,” kata Gatot.
Untuk membantu wilayah yang puso, Kementan akan menginventarisasi keikutsertaan asuransi petani, namun jika belum ada akan diberikan bantuan benih.
Begitu pula untuk wilayah yang terancam kekeringan dan belum puso, perlu diperlukan pompa, mengoptimalkan sumber air terdekat (sungai, danau, embung), normalisasi saluran, serta penyediaan sumur pantek. (ra/bon)