arekMEMO.Com – Bagi penari sekaligus koreografer mumpuni, secara naluriah ia bisa membaca apa yang harus dilakukan ketika berhadapan dengan medan atau arena yang bakal menjadi ajang pertunjukannya.
Namun demikian, ia tak menganggap enteng. Ia tak gegabah.
Sekalipun relatif sederhana, detil ruang yang akan menjadi “panggung” pertunjukannya, dipelajarinya betul.
Begitu yang dilakukan penari yang koreografer Lena Guslina, ketika memainkan sebuah pertunjukan tarinya di sebuah ruang pamer lukisan.
Ketika panel-panel tempat memajang lukisan itu berwarna hitam, outfit Lena pun menyelaraskan: kebaya dan kain hitam dengan juntaian helai hitam pula sepanjang lebih kurang dua meter di bagian bawah kain.
Karena arena ini adalah ruang pamer lukisan –sebut saja galeri– yang bercahaya tunggal tanpa warna warni penyinaran, Lena menundukkan dengan begitu mengesankan. Apa ‘koentji’-nya? Setiap gerakan tubuhnya mencerminkan jiwa dari lukisan-lukisan yang terpajang di panel-panel hitam itu. Tentu tidak sekadar gerak indah, tapi ada kandungan mistifikasi yang eksotis.
Oleh karenanya, Lena Guslina dalam opening June Art Festival itu, selain untaian kain sepanjang lebih kurang dua meter, ia “mempersenjatai” dirinya dengan sebilah keris.
Saat memulai gerak tubuh indahnya dengan ritme pelan dan pelan dalam posisi setengah jongkok di depan pintu galeri, cara mengambil sebilah keris yang tergeletak di undakan pertama (terdiri dari dua jenjang undakan), Lena memainkannya dengan begitu sublim.
Lantas Lena memasuki ruang galeri itu dengan ritme tubuh yang mengalir indah, pelan demi pelan, terkadang berubah menjadi “stakato gerak”, kemudian menatap satu demi satu lukisan yang terpampang di panel-panel hitam itu. Selanjutnya merespon dengan ekspresi dan gerak-gerak indah menyelaraskan dengan jiwa dan karakter lukisan.
Ada adegan saat keris dalam tangan Lena mengarah ke lehernya. Ini saya gambarkan bahwa setiap kehidupan ada ancaman yang mengarah ke diri.
Pada adegan lain, Lena dalam posisi setengah jongkok, menyentuhkan ujung keris yang tajam itu, lantas memutarkan tubuhnya membentuk garis lingkaran di lantai. Dan itu saya baca sebagai pertahanan diri sebagai manusia yang senantiasa taat pada “perintah dan laranganNYA”. Dan lingkaran itu adalah Sang Pemilik Hidup yang akan melindunginya dalam setiap ancaman.
Jangan kuatir akan ancaman, jika manusia dalam “lingkaran” Sang Pemilik Hidup. Asal manusia menaati setiap perintah dan laranganNya, begitulah setidaknya pesan yang disampaikan Lena dari adegan bagian pertunjukkannya itu.
Pada akhirnya saya sadari, kepekaan jiwanya menghasilkan gerak-gerak yang menyimpan misteri. Kali ini tidak sekadar indah. Namun terbungkus dalam spiritualisasi yang begitu eksotis, sebagaimana saya tonton pada channel YouTube ‘L&R’ (Live & Radio) sepanjang 8 menit 34 detik itu.(Amang Mawardi).