SURABAYA, arekMEMO.com – Bubarnya SMP AWS (Atma Widya Surabaya) di Jl. Kapasari no 3-5 Surabaya, tidak bisa lepas dari  tanggung jawab Tri Rismaharini serta Dhimam Abror. Kedua orang inilah yg menyebabkan 16 guru dan tenaga pendidikan setahun ini tidak terima honor. Juga 60 murid tidak bisa melakukan kegiatan belajar. 

Bermula dari Surat Pernyataan No. 03/YPW-JT/PER/XII/2016 tertanggal 9 Desember 2016, Dhimam Abror atas nama Ketua YPW-JT (Yayasan Pendidikan Wartawan Jawa Timur) yg menaungi SMP dan SMA AWS, yg menempati Aset Bekas Milik Asing/Tionghoa yg berlokasi di Jl. Kapasari no. 3-5 Surabaya, TIDAK KEBERATAN jika aset tersebut dimantapkan status hukumnya menjadi Barang Milik Daerah pada Pemerintah Kota Surabaya.

Tentu saja “penyerahan” tersebut disambut cepat oleh Walikota Tri Rusmaharini. Proses administrasi dilakukan, sehingga keluarlah SK Menteri Keuangan RI No. 26/KM.6/2018 tertanggal 2 Februari 2018, yang memutuskan menetapkan bahwa aset bekas milik asing/tionghoa tersebut disetujui menjadi barang milik daerah, Pemkot Surabaya.

Dengan beralihnya hak tersebut, Dinas Pengelolaan Bangunan dan Tanah Pemkot Surabaya mewajibkan SMP AWS membayar IPT (Ijin Pemakaian Tanah) sebesar Rp 196 juta. Angka tersebut muncul darimana tidak diketahui. Pihak Pemkot sendiri waktu dikonfirmasi hanya menyebut angka tersebut dari sewa dan pemutihan. Tapi petugas itu tidak bisa menjawab sewaktu ditanya pemutihan apa?

Karena SMP AWS tdk membayar IPT, maka Ijin Operasional Sekolah 2020 disandera, tidak dikeluarkan. Tentu kegiatan belajar mengajar SMP AWS berhenti. Sekolahan milik Alumni Wartawan Surabaya tersebut tidak memperoleh bantuan dari Pemkot, juga tidak bisa mendapatkan dana BOS serta BOPDA. 

“Nasib guru2 lontang-lantung. Sudah setahun ini tidak terima honor, tidak dapat tunjangan apapun,” ujar Kepala Sekolah AWS, Gugus Legowo, SPd MM. Ditambahkan, upaya berjuang untuk menghidupkan kembali sekolahan sudah dilakukan, bersama pengurus YPW-JT, termasuk melakukan dialog dengan Ketua DPRD Kota Surabaya. Minta solusi. Minta dibantu. Tetapi tidak membuahkan hasil. 

Salah satu pengurus YPW-JT yg juga wartawan senior, menegaskan bahwa kebijaksanaan Pemkot Surabaya cq Walikota Tri Rismaharini dengan tidak menerbitkan Ijin Operasional Sekolah adalah merupakan bentuk pelanggaran Hak Azasi Manusia yg sangat serius terhadap warganya untuk memperoleh pendidikan gratis. 

Dikatakan, bahwa apa yang dilakukan Tri Rismaharini itu merupakan fakta kebijaksanaan yg melampaui batas. Walikota Surabaya dianggap telah melanggar penyelenggaraan pendidikan gratis SMP AWS kepada masyarakat miskin (mitra warga) kota Surabaya.

Walikota Tri Rismaharini dengan mencabut hak SMP AWS untuk memperoleh dana operasional BOS serta BOPDA adalah tindakan yang melanggar dan menghalang-halangi hak warga kota yang kurang mampu (mitra warga) mendapatkan pendidikan yang layak.

Walikota Tri Rismaharini mencabut Tunjangan Profesi Guru (TPG) Swasta di SMP AWS adalah tindakan atau kebijaksanaan yang tidak manusiawi. “Sangat tidak adil, dan tidak menghargai  profesi guru,” kata wartawan senior tersebut.

Tri Rismaharini yang sekarang menjadi Menteri Sosial RI, belum bisa dikonfirmasi tentang hal tersebut. Kepala Dinas Pengelolaan Bangunan dan Tanah Pemkot Surabaya, MT Ekawati Rahayu, SH MH menolak dikonfirmasi. Begitu juga Dhimam Abror, menjanjikan sepulang dari Jakarta menemui Penasehat Hukum YPW-JT, Didik Koeswindaryanto, SH MH. (cak bon)