JEMBER- ArekMEMO.com,  Petani Tembakau di Jember menjerit. Harga jual panenan mereka anjlok. Tembakau hasil panen biasanya terjual dengan harga Rp 30 ribu, kini hanya Rp 3.000 per Kilogram (Kg).

Mereka para petani yang tergabung dalam Paguyuban Petani Tembakau Jember, yang diketuai Supar Efendi, pun tak bisa berkutik.

Untuk memperjuangkan nasib petani, Paguyuban Petani Tembakau Jember (Panijem) berusaha mencari tahu penyebab anjloknya harga. Tak hanya itu mereka berkumpul menyuarakan suara hati mereka melalui siaran pers ke berbagai media.

Supar, yang dihubungi ArekMEMO, mengatakan kejadian seperti ini membuat petani kelimpungan, betapa tidak, di saat harga kebutuhan tinggi panen andalan mereka anjlok.

“Ini bahkan terjun bebas harganya. Masak harga tembakau dibeli dengan harga sangat murah dan tak masuk akal. Rp 3000 per kg,” ujarnya.

Menyikapi itu selanjutnya, petani  tembakau Jember bersatu dalam wadah Panijem. Selain menampung  uneg  – uneg petani, juga bagaimana bersikap menghadapi pasar tembakau seperti kali ini.

Menurutnya, beberapa gudang tembakau yang membeli tembakau di wilayah selatan khususnya  membeli tembakau petani dengan harga seenaknya.

“Kalau tembakau mau dibeli  harga Rp 3000 perkilo ya bawa ke sini. Begitu kata bos gudang. Siapa yang tidak kecewa harga tembakau dibeli  seperti itu,” ujar Supar Efendy Ketua Panijem, sembari menirukan keluhan anggota.

Diakui bahwa  harga tembakau di tingkat petani  sangat anjlok di era tahun ini (tahun 2019, red). Perusahaan dan gudang – gudang tembakau membeli panenan mereka dengan harga sangat murah.

Menurut Supar, anjloknya harga tembakau disebabkan oleh beberapa faktor . Dugaan pertama,  disebabkan adanya permainan harga di juru taksir gudang.

”Praktik seperti ini sudah lazim dan sekarang kian tidak transparan dan kental permainan,”  tegasnya.

Kedua, ada sejumlah kualitas tembakau petani yang jauh dari grade yang ditentukan. Tetapi, sebenarnya grade tembakau itu diakui masih ada dugaan permainan di gudang.

“Perusahaan sendiri barangkali tidak tahu. Tapi juru taksir di gudang sangat dominan perannya. Apalagi grader tembakau, sangat momok bagi petani,” ujarnya.

Untuk itu, kata Supar, di kondisi seperti ini selayaknya Pemerintah bisa hadir di tengah – tengah petani untuk mencarikan  solusi.

“Kami petani  butuh pengayoman dan perlindungan dari Pemerintah. Kalau kami  dibiarkan, artinya Pemerintah pilih kasih dalam perhatian kepada rakyat,” ujarnya.

Diakuinya, harga tembakau pernah mengalami masa keemasan dengan harga sampai tembus Rp 15 ribu – Rp 30 ribu. Kualitas tembakau di masa itu dibanding sekarang ini, nyaris setara.

Artinya, permintaan perusahan yang ada di Jember , jenis dan kualitas tembakau petani tidak terlalu bagus – bagus.

”Tapi mengapa saat ini harga tembakau dipukul rata menjadi murah. Padahal, kualitas tembakau petani ada yang baik,” sergahnya. (kim/bond)