Sebagai salah satu penopang lumbung pangan nasional Nganjuk sedang panen raya. Momen yang ditunggu2 oleh kaum petani setelah memproses sawah selama empat bulan karena saat itulah  keberuntungan dipertaruhkan. Nakun kali ini meski panen, tapi tidak bahagia. Why? Harga gabah anjlok gez…  Cuma dihargai 3.300 ripis per Kg, idealnya 4 ribu lebih. 

Akibate? Petani tidak memperoleh keuntungan. Pasar tidak menggeliat daya beli rendah n toko emas anyep. Orang2 pada kemulan sarung.

Coba hitung, Yudhi petani Desa Garu Kecamatan Babatan, menggarap lahan  200 ‘ru‘ setiap ru 3,75 ㎡ ato 750㎡ biaya produksi 3,5 jt memperoleh hasil penjualan 5 jt. Jika selisih 1.5 jt dibagi masa penggarapan 4 bulan, maka tenaga kerjanya per bulan hanya senilai 350 rebon…. Gimana bisa bahagia?

Keluhan serupa juga disampaikan oleh Kasmari(70), warga Desa Ketandan, Lengkong serta  petani lainnya. ”Saya sudah terbiasa rugi dalam menanam padi. Bisa balik modal aja sudah baik,”  tuturnya sambil berharap keuntungan dari menanam tembakau yang biaya produksinya jauh lebih rendah juga pengelolaannya tidak seribet padi. Apalagi dibina oleh PT Sampoerna sejak pembibitan jenis Kasturi hingga panen semuanya ditampung perusahaan rokok tsb.

Apa di musim panen semuanya tidak bahagia? Tidak. Bagi pemilik ‘dos‘ kendaraan perontok padi maupun selep keliling justru mesam mesem karena banyak garapan memproses gabah jadi beras. Mangkane bojo isun (Khulu) Qin Mahmuda  ngguya ngguyu lha wong operator selepe nggiling terus… Hahahaha… 

Terpisah. Ada anggota dewan provinsi Jatim bilang, surplus padi di Jatim kali ini berkat keberhasilan gubernur dalam mengarahkan pola tanam petani hingga proses panen. 

Ketika berita ini isun sampaikan saat ngopi bareng di warung bareng  lima petani, tanpa dikomando mereka koor, “nggedabrusss….”

Hahahaha…

(rokimdakas)