JAKARTA, ArekMEMO.com – Sidang mediasi sengketa anak-anak mendiang konglomerat Eka Tjipta Widjaya dalam perkara harta peninggalan berakhir gagal. Mediasi yang dipimpin hakim tunggal Teguh Santoso SH, Senin (20/7/2020) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat berakhir tanpa kesepakatan.
Kuasa hukum tergugat, Edwin SH menilai apa yang didalilkan penggugat, yakni Freddy Widjaya melalui kuasa hukumnya tidak dapat dirundingkan, karena dinilai kabur. Atas penolakan mediasi tersebut, kuasa hukum Freddy, M. Irham Nur, Yasrizal SH dan Jimmy Yansen SH MH, mengaku siap memasuki babak persidangan dalam perkara bernomor 301/Pdt.G/2020/PN Jkt itu.
Edwin, kuasa hukum Indra Widjaya, yang merupakan kakak tiri Freddy, mendalilkan bahwa kekayaan kliennya tidak ada hubungannya dengan harta warisan Eka Tjipta. Dan semua perusahaan di Sinar Mas juga tidak ada hubungannya dengan Eka Tjipta. Sehingga tidak bisa dijadikan obyek gugatan. “Apa yang mau dirundingkan lagi, apa yang dituntut tidak jelas?” ujarnya.
Sementara Irham Nur, menilai kliennya tidak pernah meminta asset perusahaan Sinar Mas, tetapi meminta bagian yang sudah diatur dalam KUH Perdata tentang waris. “Jadi jangan dibelokkan dong. Kemarin dibilang Freddy anak di luar kawin. Sekarang sudah ada penetapan pengadilan bahwa Freddy sah, dibilang penetapan itu sepihak. Saya berharap tergugat tidak lari-lari terus dan berusaha mengaburkan persoalan intinya. Semua sudah jelas diatur kok di KUH Perdata,” tutur Irham usai sidang.
Di tempat yang sama, Freddy mengatakan, dirinya hanya menuntut keadilan dan transparansi dari saudara-saudara tirinya. “Saya dan 13 anak-anak Pak Eka Tjipta lainnya tentu menuntut keadilan dari Indra dan saudara-saudaranya, karena kami tidak mendapat keadilan. Dimana harta papa yang disebut konglomerat itu?,” tukas Freddy.
Memang, dalam perhitungan terakhir Forbes di penghujung tahun 2018, sebulan sebelum Eka Tjipa Widjaja meninggal, dia masih tercatat sebagai orang terkaya nomor tiga di Indonesia. Hartanya ditaksir mencapai USD 8,6 miliar atau Rp 121,1 triliun. Kekayaannya akan diwariskan ke 15 anak-anaknya berasal dari dua pernikahannya.
Para anak-anak Eka Tjipta Widjaja adalah Teguh, Oei Hong Leong, Franky, Indra, Frankle, Muktar, Jimmy, Fenny, Sukmawati, Ingrid, Nanny, Lanny, Inneke, Chenny, Meilay, dan Jetty. Semuanya membawa nama Widjaja. Sedangkan anak-anak dari pernikahan ke tiga, empat dan lima, tidak disebutkan dalam pemberitaan Forbes tersebut.
Di tempat terpisah, praktisi hukum Fahmi D. Bahcmid menyatakan penetapan pengadilan terhadap Freddy Widjaya sudah cukup menjawab bahwa kedudukan hukum anak tersebut menjadi anak yang lahir dari perkawinan yang dicatatkan dan berhak menjadi ahli waris dari harta peninggalan ayahnya.
“Yang penting juga, harus diketahui ada dan tidaknya Hibah, Wasiat atau Hibah Wasiat. Hal ini penting karena dalam hukum waris dikenal adanya Legitieme Portie (Hak Mutlak). Jangan sampai Hibah atau Wasiat dan atau Hibah Wasiat merugikan para atau salah satu hak ahli waris,” tandasnya.
Dalam KUH Perdata diatur mengenai Legitieme Portie. Salah satunya Pasal 914; yang menyebutkan bila pewaris hanya meninggalkan satu orang anak sah dalam garis ke bawah, maka legitieme portie itu terdiri dari seperdua dari harta peninggalan yang sedianya akan diterima anak itu pada pewarisan karena kematian.
Bila yang meninggal meninggalkan dua orang anak, maka legitieme portie untuk tiap-tiap anak adalah dua pertiga bagian dari apa yang sedianya akan diterima tiap anak pada pewarisan karena kematian. Dalam hal orang yang meninggal dunia meninggalkan tiga orang anak atau lebih, maka legitieme portie itu tiga perempat bagian dari apa yang sedianya akan diterima tiap anak pada pewarisan karena kematian.
Dengan sebutan anak-anak, dimaksudkan juga keturunan-keturunan mereka dalam derajat seberapa pun tetapi mereka ini hanya dihitung sebagai pengganti anak yang mereka wakili dalam mewarisi warisan pewaris.
Selanjutnya jika ada pemberian Hibah melebihi dari Legitieme Portie, maka ditentukan dalam KUH Perdata. Pasal 927; menyebutkan penerima hibah yang menerima barang-barang Iebih daripada yang semestinya, harus mengembalikan hasil dari kelebihan itu, terhitung dari hari meninggalnya pemberi hibah bila tuntutan akan pengurangan itu diajukan dalam waktu satu tahun sejak hari kematian itu, dan dalam hal-hal lain terhitung dari hari pengajuan tuntutan itu.
“Maka menurut pendapat saya, berdasarkan atas beberapa ketentuan yang diatur dalam KUH Perdata, jika ada Hibah atau Wasiat atau Hibah Wasiat yang merugikan para ahli waris lainnya, bisa diajukan pembatalan atau meminta kelebihan dari Hibah tersebut berdasarkan Hak Mutlak Ahli Waris (Legitieme Portie),” pungkas Fahmi seraya mengingatkan bahwa lebih baik dibicarakan secara kekeluargaan ketimbang menempuh jalur hukum di pengadilan. (din/bon)