SEMARANG, ArekMEMO.com – Kunjungan kerja Komite III DPD RI ke Provinsi dalam rangka inventarisasi masalah di lapangan terkait rencana Komisi III melakukan perubahan atas UU No. 3 tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional (SKN) mendapat dukungan langsung dari Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti.
LaNyalla turut hadir bersama rombongan di Kantor Gubernur Jawa Tengah dalam acara rapat kerja bersama Kepala Daerah dan stakeholder olahraga Jawa Tengah, Selasa (18/2/2020).
“Saya hadir di sini bersama Ketua dan anggota Komite III DPD RI sebagai bentuk dukungan saya terhadap agenda Komite III untuk melakukan revisi UU SKN. Ini bukan karena saya pernah menjadi korban dari UU tersebut lho,” tukasnya.
LaNyalla memang pernah menjadi “korban” UU SKN saat ia memimpin PSSI tahun 2015 silam. Kemenpora saat itu melalui Menteri Imam Nahrawi menjatuhkan sanksi administratif yang berujung pembekuan aktivitas PSSI di ranah publik. Sehingga PSSI pun mendapat suspensi dari FIFA karena dianggap telah diintervensi oleh pemerintah.
Di hadapan Wakil Gubernur Jawa Tengah Taj Yasin Maemoen, LaNyalla menceritakan ikhwal dirinya merasa menjadi korban langsung dari UU SKN tersebut. “Hal itu bermula dari masuknya Badan Olahraga Profesional Indonesia (BOPI) ke internal federasi sepakbola Indonesia. Dimana BOPI menentukan peserta kompetisi. Dengan dalih ada klub yang dualisme. Padahal ranah tersebut adalah ranah federasi, dan sudah menjadi keputusan Kongres PSSI,” kenang LaNyalla.
Karena PSSI menolak intervensi tersebut, akhirnya Menpora mengeluarkan surat keputusan sanksi administratif, yang berujung pembekuan aktivitas PSSI. Dan karena hal itu pula, FIFA memberi sanksi PSSI karena dianggap telah diintervensi oleh pemerintah.
“Timnas U-16 dan U-19 yang sudah TC harus bubar, sponsor hengkang, kontrak hak siar TV batal. PSSI pun mati suri. Karena kompetisi tidak bisa digelar, karena tidak dapat ijin dari kepolisian. Ini yang terjadi. Padahal semangat UU SKN seharusnya mendorong olahraga, bukan mematikan olahraga,” tandasnya.
Sementara itu, Ketua Komite III DPD RI Bambang Sutrisno, yang juga Senator asal Jawa Tengah mengungkapkan, salah satu yang melatari agenda revisi UU SKN juga terkait dengan prestasi keolahragaan nasional yang cenderung stagnan. “UU ini juga belum mampu mencapai aspek tujuan keolahragaan yang sebagaimana diharapkan. UU belum menciptakan partisipasi atau budaya olahraga bagi masyarakat Indonesia,” ujarnya.
Dalam kesempatan itu, selain Bambang, hadir pula sejumlah anggota Komite III di antaranya, Eni Sumarni (Jawa Barat), Eva Susanti (Sumatera Selatan), Mirati Dewaningsih (Maluku), Erlinawati (Kalimantan Barat), Ria Saptarika (Kepulauan Riau), Muslim Yatim (Sumatera Barat), Saleh Muhammad Aldjufri (Sulawesi Tengah), Anak Agung Gde Agung (Bali) dan Evi Zainal Abidin (Jawa Timur).
Sedangkan dari dari stakeholder olahraga di Jawa tengah, selain dari dinas provinsi, yakni Dinas Pemuda, Olahraga dan Pariwisata serta Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, hadir pula Ketua KONI dan Ketua Formi Jawa Tengah, Pimpinan PB Djarum Kudus Foundation dan utusan dari Fakultas Olahraga Universitas Negeri Semarang.
Ketua KONI Jateng Subroto mendukung rencana Komite III untuk merevisi UU SKN. Ia menitipkan aspirasi agar UU hasil revisi nantinya memberi fokus kepada peran pembina olahraga, termasuk pelatih dan payung hukum bagi swasta untuk menyalurkan dana CSR ke sektor olahraga.
“Sebab di UU Perseroan Terbatas, CSR itu tidak untuk olahraga, tetapi lebih untuk kepentingan sosial dan pembinaan ekonomi masyarakat di sekitar perusahaan. Sehingga sering kali kami tidak mendapat apa yang kami harapkan dari pihak swasta,” ungkapnya.
Menanggapi usulan Senator asal Bali, Anak Agung Gde Agung tentang pentingnya sport tourism menjadi kalender event yang besar, Kepala Dinas Pemudan dan Olahraga serta Pariwisata Provinsi Jawa Tengah Sinoeng Nugroho menyatakan pihaknya masih memiliki satu kendala di Jawa Tengah dalam menyelenggarakan event tahunan Borobudur Marathon.
“Kendalanya terlalu banyak instansi yang terlibat di Borobudur pak. Ada empat instansi. Ada Taman Wisata untuk urusan tiket, ada Cagar Budaya, ada Badan Otorita dan ada Pemda setempat. Kalau bisa cukup satu pintu pak. Cukup Badan Otorita Borobudur misalnya. Nah ini mohon disuarakan ke pusat,” katanya. (ril/bon)