Jengkel, kecewa, sakit hati, ingin marah dan ingin berontak, stelah membaca berita menyangkut ketidak-adilan di Tuban. 

Rasanya ingin berteriak sekencang-kencangnya, ingin menghajar kesewenang-wenangan oknum yg sangat melukai rasa keadilan masyarakat.

Dua warga Dusun Kelabang, Desa Tergambang, Kecamatan Bancar, Kabupaten Tuban (Kamri & Lanang), divonis hukuman masing-masing 6 bulan penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tuban yg diketuai Benectus Rinata. Kedua terdakwa dinyatakan terbukti bersalah melanggar pasal 303 KUHP tentang judi.

Putusan yg lebih ringan 4 bulan penjara dari tuntutan Jaksa ini aneh bin ajaib. Sebab, tidak sesuai dengan fakta yang terungkap di persidangan. Bertentangan dengan keterangan saksi serta pengakuan terdakwa.

Fakta yang terungkap di persidangan adalah, kedua terdakwa tidak ikut berjudi. Waktu ditangkap terdakwa sedang tidur, dimana kebetulan rumah terdakwa berdekatan dengan lokasi perjudian. Satu terdakwa lainnya ditangkap waktu sedang momong, mengasuh anaknya, menggendong anaknya. 

Anehnya, terdakwa menerima putusan yang tidak adil tersebut. Tidak protes. Kedua warga desa yang lugu ini tidak melakukan upaya hukum lain, misalnya banding ke Pengadilan Tinggi Jawa Tumur. Inilah potret wong ndeso, memilih lebih baik mengalah.

Membaca pasal 303 KUHP (Kitab Undang Undang Hukum Pidana) ayat 1, diancam dengan pidana penjara paling lama 10 tahun atau pidana denda paling banyak 25 juta rupiah, barang siapa tanpa mendapat izin: 

  • Dengan sengaja menawarkan atau memberikan kesempatan untuk bermain judi dan menjadikannya sebagai mata pencaharian.
  • Dengan sengaja menawarkan atau memberikan kesempatan kepada khalayak umum untuk bermain judi.

Pasal 2, kalau yg bersalah melakukan kejahatan tersebut dalam menjalankan pencaharian, maka dapat dicabut haknya untuk menjalankan pencaharian itu. Pasal 3, Yang disebut permaianan judi adalah tiap2 permainan dimana pada umumnya kemungkinan mendapat untung bergantung pada peruntungan belaka, segala taruhan lainnya.

 Berarti mereka seharusnya lolos dari tuduhan pasal 303 ayat 1, 2 dan 3. Majelis hakim seharusnya membebaskan kedua terdakwa, karena tidak memenuhi unsur2 perjudian sebagaimana ketentuan Undang Undang. Apalagi keterangan saksi serta pengakuan terdakwa di bawah sumpah mereka tidak ikut berjudi.

Fakta yang terungkap di persidangan kedua terdakwa tidak ikut judi. Lalu mengapa Majelis Hakim memaksakan kehendak? Tetap menyatakan keduanya terbukti bersalah bermain judi dan oleh karena itu menghukum mereka dengan vonis masing-masing 6 bulan penjara? (vonis dibacakan Kamis, 12 September 2019).

Sepertinya hakim melindungi korp penyidik serta kejaksaan, karena kedua terdakwa sudah terlanjur ditahan. Sebab jika dibebaskan, hakim tentu (dalam putusannya) harus disertai perintah merehabilitir nama baik kedua terdakwa. Pemulihan nama baik itu bisa berbentuk perdata (pemberian ganti rugi materiil) dan bisa pula pidana, karena salah tangkap itu dapat digolongkan “merampas kemerdekaan seseorang”.

Majelis hakim ini mengkorbankan kedua terdakwa demi nama baik korp. Majelis hakim ini melukai rasa keadilan masyarakat demi melindungi korp. Majelis hakim ini lupa bahwa setiap keputusan yang mereka ambil akan membuahkan konsekuensi yang sangat besar, yaitu tanggung jawab moral baik kepada manusianya maupun kepada Allah SWT. 

Padahal, lebih baik membebaskan seribu orang yang bersalah daripada menghukum satu orang yang tidak bersalah…..

Mengapa begitu? Karena tanggungjawabnya sangat besar. (cak Bon)