SURABAYA, arekMEMO.Com – Komisi B DPRD Kota Surabaya mengusulkan Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 1988 tentang Perusahaan Daerah Rumah Potong Hewan (RPH) direvisi, karena dinilai sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan saat ini.
Anggota Komisi B Bidang Perekonomian DPRD Kota Surabaya, John Thamrun, di Surabaya Jumat (7/1/2022), mengatakan, Perda RPH ini sudah cukup lama yaitu sejak tahun 1988, maka sudah sepantasnya Perda RPH ini diperbaiki agar kewenangan tata niaga daging di Surabaya sepenuhnya dikendalikan RPH.
“Perda tentang RPH ini perlu diperbaiki, agar tata kelola perniagaan daging, termasuk peredaran dan harga daging sapi bisa lebih terkontrol, juga kontroling dari kualitas daging, termasuk kontrol untuk beredarnya daging sapi impor,” katanya dikutip dari Antara Jatim.
Ia menilai, selama ini kewenangan RPH dinilai kurang luas, sehingga kinerja perusahaan potong hewan milik Pemkot Surabaya ini terus dibayangi kerugian.
Dari alasan tersebut, lanjut dia, seharusnya RPH yang memiliki kewenangan, bukan institusi atau kelompok usaha lain yang selama ini terjadi. Ia mencontohkan, ketika harga daging sapi di pasar melonjak tajam, RPH tidak berdaya untuk menekan harga.
“Ini harusnya kewenangan RPH, oleh karena itu kami minta adanya revisi Perda RPH agar memiliki kewenangan penuh atas tata niaga daging,” katanya.
Lebih lanjut, John Thamrun mengatakan, selama ini baik dari sisi harga jual daging, peredaran daging di pasar tidak ada kontrol sama sekali dari RPH. Maka efeknya ketika harga daging di pasar naik tinggi, RPH tidak berdaya dan tentu yang kasihan masyarakat sebagai pengonsumsi daging.
“Oleh sebab itu, sangat urgen Perda RPH diperbaiki demi masyarakat, karena ketika harga daging sapi naik tinggi, RPH bisa segera bergerak dan mengontrol harga,” ujarnya.
Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt) Dirut RPH Surabaya, M Faiz, mengatakan untuk mengantisipasi kenaikan harga daging menjelang puasa Ramadan RPH Surabaya MoU atau kerja sama dengan pihak kedua.
“Saat ini sudah proses tahap pembuatan MoU dengan rekanan RPH, tinggal pelaksanaannya. Jadi RPH tidak ada rencana impor sapi atau beli sapi lokal. RPH hanya mengenakan biaya tarif jasa potong hewan saja,” katanya.
Soal kewenangan tentukan harga daging, Faiz mengatakan, RPH tidak punya kewenangan karena semua itu melalui floating atau mengikuti pergerakan pasar.
“Sekarang ini mahal karena sapi hidup masih tinggi. Lalu kami tarik ke belakang sebelum kurban lalu. Saat itu harga sapi hidup Rp 40 ribu maksimal perkilogram. Setelah kurban itu agak turun. Bahkan, pergerakan sapi ke Jabar, Kalimantan, Suamatra dan dikirim ke Aceh,” katanya. (*)