Dengan garang 8 anggota Polantas, mengaku dari Polres Blitar menghentikan mobil Avansa berplatmomor Surabaya (L). Sambil memberi hormat dan mengucapkan salam “selamat siang” salah satu dari mereka berucap: “tahu kesalahan bapak, mohon surat-suratnya”.
Kami yg berada di dalam mobil saling pandang…. oh ya, pengemudi tidak memakai sabuk pengaman.
“Maaf pak, barusan berhenti menikmati keindahan pemandangan waduk Karangkates, serfie. Lupa mengenakan sabuk pengaman.”
Petugas tidak bergeming. Tetap kenceng. Sambil menjelaskan pelanggaran yg kami lakukan pak Polisi itu menyebut nominal denda yg harus kami bayar. “Kalau nitip bayar denda tilang Rp 250 ribu,” kata petugas. Kami tidak tahu nama2 serta pangkat mereka, sebab ke-8 Polantas itu semuanya mengenakan rompi, sehingga identitas mereka tertutup. Barangkali modusnya begitu?
Tidak bisa ditawar. SambilMenggerundel, mendoakan mereka jelek, menyumpahi mereka, akhirnya kami bayar Rp 250 ribu sambil mengharamkan uang tersebut. “Semoga uang ini tidak barokah.”
Yang aneh, bukan SIM yg diancam ditahan, tapi STNK…. berarti mereka cerdas, kalau misalnya mobil yg ditilang mobil rental, pasti pelanggar memilih bayar denda, karena harus mengembalikan mobil berikut STNK-nya.
Mengapa masih harus cari uang di jalan, dgn modus bgitu? Bikin citra serta nama baik Polri yg sudah buruk menjadi lebih buruk? Mengapa nilai toleransi petugas bgitu mahal? Seharusnya cukup mengingatkan, memberi nasihat….. “Lain kali mohon tidak diulangi ya bapak. Sabuk pengaman itu sangat penting bagi keselamatan pengemudi.” Lalu mengucapkan “selamat jalan”.
Seandainya kebaikan itu yg dilakukan ke-8 petugas tadi, pasti (Insha Allah) nama baik korp Kepolisian Republik Indonesia akan harum. Menjadi bahan gunjingan baik dari mulut ke mulut. Namun sayang akhlak oknum petugas tetap sepeti itu.
Selamat Hari Bhayangkara 1 Juli. (cak Bon)