SURABAYA, arekMEMO.com – Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jawa Timur mencatat pada Desember 2020 Jawa Timur mengalami inflasi sebesar 0,46 persen. Dari delapan kota IHK (Indeks Harga Konsumen) di Jawa Timur, semuanya mengalami inflasi.

Kepala BPS Jawa Timur, Dadang Hardiwan, mengatakan itu saat pers rilis secara online, Senin (4/1/2021). “Inflasi tertinggi terjadi di Sumenep sebesar 0,71 persen. Sedangkan inflasi terendah terjadi di Kediri sebesar 0,28 persen,” tegas dia.

Menurutnya, dari sebelas kelompok pengeluaran, sembilan kelompok mengalami inflasi, satu kelompok mengalami deflasi dan satu kelompok tidak mengalami perubahan. “Kelompok yang mengalami inflasi tertinggi adalah kelompok makanan, minuman dan tembakau sebesar 1,51 persen,” jelas Dadang.

 Sedangkan kelompok yang mengalami deflasi adalah kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya sebesar 0,57 persen. Sementara kelompok pendidikan tidak mengalami perubahan.

Komoditas utama yang memberikan andil terbesar terhadap inflasi Jawa Timur bulan Desember 2020 ialah cabai rawit, angkutan udara, telur ayam ras, dan cabai merah. Sedangkan komoditas yang memberikan andil deflasi terbesar ialah emas perhiasan, bawang merah, udang basah dan apel.

“Laju inflasi tahun kalender Jawa Timur di bulan Desember 2020 mencapai 1,44 persen, angka ini lebih rendah dibandingkan inflasi tahun kalender di bulan Desember 2019 sebesar 2,12 persen,” terang Dadang.

Dijelaskan, pemantauan terhadap perubahan harga selama bulan Desember 2020 di delapan kota IHK Jawa Timur menunjukkan adanya kenaikan harga di sebagian besar komoditas yang dipantau. Hal ini mendorong terjadi kenaikan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 0,46 persen yaitu dari 104,21 pada bulan November 2020 menjadi 104,69 pada bulan Desember 2020.

Apabila dilihat trend musiman setiap bulan Desember selama sepuluh tahun terakhir (2011-2020), seluruhnya terjadi inflasi. Bulan Desember 2014 merupakan inflasi tertinggi yaitu sebesar 2,38 persen. Sedangkan inflasi terendah terjadi pada bulan Desember 2020 sebesar 0,46 persen.

Inflasi terjadi karena adanya kenaikan harga yang ditunjukkan oleh naiknya sebagian indeks kelompok pengeluaran, yaitu: kelompok makanan, minuman dan tembakau sebesar 1,51 persen, kelompok pakaian dan alas kaki sebesar 0,08 persen, kelompok perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga sebesar 0,01 persen kelompok perlengkapan.

Sedangkan peralatan dan pemeliharaan rutin rumah tangga sebesar 0,11 persen, kelompok kesehatan sebesar 0,18 persen, kelompok transportasi sebesar 0,84 persen, kelompok informasi, komunikasi, dan jasa keuangan sebesar 0,02 persen, kelompok rekreasi, olahraga, dan budaya sebesar 0,01 persen dan kelompok penyediaan makanan dan minuman/restoran sebesar 0,35 persen.

Sementara kelompok yang mengalami deflasi yaitu kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya sebesar 0,57 persen. Sedangkan kelompok pendidikan tidak mengalami perubahan,” pungkas Dadang Hardiwan. (kar/mus/bon)