arekMEMO.Com – Saat berjalan mengelilingi ball room tempat pameran lukisan karya Asri Nugroho di Eight 9 Ciputra World, Surabaya 23 Agustus lalu, saya dihampiri seorang lelaki berpakaian necis.
Saya lantas mengalihkan pandangan dari menatap sebuah lukisan ke sosok ini.
Dengan sopan sosok tersebut mengangukkan kepala, lantas menyodorkan HP-nya memperlihatkan layar berisi video, tampak sebuah jendela kecil berkisi-kisi (benar-benar jendela asli). Kemudian jendela itu membuka, terlihat lukisan potret diri lelaki ini berdekatan dengan bendera Merah Putih.
Lantas, sosok ini berkata, “Pak Amang, ini salah satu lukisan saya yang sedang dipamerkan di Galeri Merah Putih, Balai Pemuda, Surabaya.”
Terjadilah sedikit dialog. Selanjutnya saya berkata, “tolong saya diberi nomor WA njenengan. mungkin suatu saat nanti saya pingin chatting“.
Lantas sejenak saya berpikir tentang sosok yang wajahnya mengingatkan saya pada aktor WD Mochtar ini.
Saat saya ngobrol dengan Facebooker Ponang Aji Handoko di salah satu round table saya lihat rombongan masuk ke gate di ball room itu. Salah satu di antaranya saya kenal sebagai wanita pelukis.
Mungkin di antara mereka memberi ilustrasi tentang (maaf) eksistensi saya.
Dari obrolan singkat sambil berdiri dengan lelaki parlente ini, saya ketahui bernama Didik. Lengkapnya Didik HP.
Saya tidak bertanya lebih lanjut ‘HP’ itu kepanjangan apa. Kurang sreg rasanya kalau saya menanyakannya, karena saat berdialog itu saya tidak bertindak sebagai wartawan.
***
Pada 25 Agustus lalu, saya dijapri oleh Didik HP.
“Pak Amang, kalau sedang lewat sekitar Balai Pemuda, monggo mampir untuk melihat lukisan karya saya di Galeri Merah Putih…”
Saya tidak langsung menjawab. Saat ini sulit bagi saya untuk keluar rumah, kecuali Sabtu atau Minggu. Apa alasannya? Ya, ini urusan klasik bagi orang tua seusia saya. Dan saya rasa Anda sudah tahu. Jelasnya : momong cucu, karena bapak & ibunya kerja, selepas Mahgrib baru pulang.
Akibatnya ? Ya, akibatnya saya tidak akan bisa nonton karya Mas “WD Mochtar” ini. Karena saya pastikan pada Sabtu dan Minggu mendatang, pameran lukisan yang digelar di galeri tersebut sudah berakhir dan digantikan oleh pameran lukisan karya pelukis-pelukis lainnya.
Begitulah agenda yang saya ketahui seputar aktivitas Galeri Merah Putih bahwa rata-rata “durasi” pameran di situ berlangsung 5 hari.
Maka, untuk mengobati rasa bersalah saya, sebaiknya saya bertanya-tanya seputar aktivitas kepelukisan Mas Didik ini, siapa tahu bisa dimuat di portal berita ArekMemo.Com.
Dari chatting hari itu, saya peroleh keterangan dari Mas Didik HP. Begini :
Saya beraktivitas melukis sejak SD. Pada saat SD maupun SMP, banyak teman-teman saya yang punya hobi melukis yang mempengaruhi saya seputar dunia lukisan. Dan ini menarik.
Kemudian semasa SMA, saya mengikuti aktivitas belajar melukis di Pusbindikni (Pusat Pembinaan dan Pendidikan Kesenian) Jawa Timur yang berlokasi di Taman Budaya Jatim Jl. Genteng Kali 85 Surabaya, persisnya dari tahun1979 hingga 1982.
Banyak manfaat yang saya peroleh saat mengikuti kegiatan di Pusbindikni ini.
Dari mengikuti aktivitas tersebut, akhirnya memuarakan saya untuk kuliah S1 di jurusan Seni Rupa IKIP Negeri Surabaya, pada 1984-1989.
Selesai kuliah saya sering berdiskusi dan nimba ilmu ke pelukis Pak M. Thalib Prasodjo. Kebetulan rumah saya di Gadukan, Surabaya, berdekatan dengan rumah beliau.
(Pelukis M. Thalib Prasodjo almarhum yang alumnus Akademi Seni Rupa Surabaya lebih dikenal sebagai sketser legend Surabaya selain Lim Keng).
Setelah menyelesaikan S1 di IKIP Surabaya, saya bekerja di salah satu perusahaan swasta yang lingkupnya di luar ranah seni rupa, yakni di seputar plat baja, salah satu distributor Krakatau Steel.
***
Sebagaimana pengakuan Mas Didik HP, sosok ini merasa beruntung dan bersyukur bahwa ia dulu pernah bergiat di dunia seni rupa sekaligus mengambil studi pendidikan seni rupa di IKIP Surabaya, sehingga sudah ratusan lukisan maupun sketsa dihasilkannya.
“Lebih-lebih setelah pensiun, rasanya waktu saya tersalurkan dengan banyak melukis,” ujar Mas Didik yang lahir pada 25 Agustus 1963, dan sampai sekarang masih tinggal di kawasan Gadukan.
Pelukis ini menggunakan media cat minyak, akrilik, dan cat air.
Bersama sejumlah kawan pelukis, Didik HP giat berpameran bersama di Galeri Merah Putih, Galeri Prabangkara, dan spot pameran lainnya di Surabaya, maupun di kota Malang, Solo, dan Jogjakarta.
Sosok ini sampai sekarang masih di jalur realisme. (AM)