GRESIK, arekMEMO.Com – Sengketa tanah kavling yang berlokasi di Dusun Nongkokerep, Desa Bungah, Kecamatan Bungah terus bergulir. Terbaru, pihak pembeli tanah bernama Suparto, asal Dusun Pereng Kulon, Desa Melarang, Kecamatan Bungah, melaporkan salah satu keluarga ahli waris pemilik lahan ke Polres Gresik atas dugaan pencemaran nama baik.
Suparto yang juga Direktur CV. Panca Indra Saputra, perusahaan yang bergerak di bidang developer, terpaksa mengambil langkah hukum lantaran pernyataan keluarga ahli waris terkait jual beli lahan dengan harga Rp 3,5 miliar degan luas 3.740 meter persegi di Dusun Nongkokerep RT 03 RW 01, Desa Bungah, Kecamatan Bungah pada tahun 2022 silam.
“Terus terang kami merasa terganggu dengan pernyataan ahli waris, apalagi mengaku tertipu atas jual beli lahan tersebut. Sekarang nama baik saya dan perusahaan jadi tercemar, karena pernyataan-pernyataan tersebut,” kata Suparto di Mapolres Gresik, Selasa 19 Agustus 2025.
Kuasa Hukum Suparto, Moch. Firman Adi Prasetyo S.H., M.H menambahkan, dugaan pencemaran nama baik ini buntut adanya pembayaran yang belum terselesaikan oleh Suparto karena penurunan minat masyarakat untuk berinvestasi tanah kavling.
Padahal, transaksi yang dilakukan Suparto sebagai pembeli tanah merupakan transaksi jual beli yang termasuk dalam ruang lingkup hukum perdata.
“Klien kami merasa dirugikan dengan pernyataan salah satu ahli waris tanah atas nama Sanusi P Adenan, yang menuduh klien kami telah melakukan penipuan,” jelasnya.
Pihaknya berharap, hal-hal yang menyangkut kewajiban kliennya terhadap ahli waris bisa diselesaikan dengan komunikasi secara kekeluargaan, agar solusi permasalahan ada titik temu.
“Sehingga tidak ada pihak yang dirugikan, baik ahli waris maupun pengembang. Sehingga kerja sama ini, tetap berlanjut dan saling diuntungkan,” beber Firman.
Atas tuduhan tersebut, pihaknya melaporkan salah satu ahli waris atas pernyataannya yang mengaku tertipu. Mengingat nama baik dari kliennya merasa tercemar atau dirugikan, hingga berdampak ke bisnisnya.
Firman menceritakan, dalam perjanjian ikatan jual beli di bawah tangan pada tahun 2022 silam, pembeli sudah memberi DP Rp 150 juta kepada perwakilan ahli waris, yaitu Atenan dan akan melunasi kekurangannya selama setahun.
Setelah itu, pengembang melakukan penataan infrastruktur dan hasilnya ada 30 kavling yang dijual dilengkapi lampu penerangan jalan, dan jalan di lokasi sudah paving. Semuanya menghabiskan anggaran sekitar
Rp 250 juta.
Setelah berjalan satu tahun pengembang belum bisa melunasi kekurangan pembayaran. Karena dari 30 kavling dijual, baru 8 yang laku, 3 di antaranya dibayar lunas dan 5 sisanya hanya diberi DP oleh pembeli.
“Klien kami berjanji akan melunasi utangnya, namun ahli waris meminta pembayaran sisa utang sekaligus Rp 500 juta. Lalu kami menjanjikan pembayaran secara bertahap dalam 2-3 hari, tetapi pihak ahli waris merasa keberatan Sehingga niat baik klien kami belum bisa terlaksanakan,” tandasnya.
Hingga akhirnya pihak ahli waris melakukan pengaduan terhadap pemerintah desa yang difasilitasi kepala desa setempat, pada 7 September 2023 silam.
“Namun hasil mediasi tidak menemukan titik temu, ahli waris meminta pengembang mengembalikan tanah tersebut, dengan alasan sudah melewati batas waktu pelunasan sesuai perjanjian dan ahli waris akan memberikan kompensasi senilai Rp 70 juta kepada pengembang. Tawaran tersebut kami tolak, karena sangat jauh dari biaya yang telah dikeluarkan selama ini,” paparnya.
Saat mediasi yang melibatkan Muspika Bungah, disepakati ahli waris tetap memberikan hak pengolahan terhadap pengembang tetapi hasil penjualan kavling langsung diberikan kepada ahli waris.
Hasil kesepakatan secara lisan tersebut, rencananya akan dituangkan dalam berita acara. Namun esok harinya ahli waris mencabut sepihak, dan hingga saat ini masih tetap belum ada titik temu.
“Terakhir mediasi 2024 silam, ada kesepakatan untuk melanjutkan pembayaran. Dengan estimasi waktu satu tahun .Namun dengan alasan yang tidak jelas, ahli waris menolak. Hingga ingin membatalkan proses transaksi jual beli, namun tidak disepakati pemerintah desa lantaran proses sudah berjalan. Termasuk pemecahan surat induk tanah sudah terjadi. Kalau dibatalkan, tentu berakibat fatal ,dan akan banyak pihak yang sangat dirugikan,” pungkasnya. (oso)