arekMEMO.Com – Dalam elan vita perjuangan bangsa, kalah atau menang pada pertempuran adalah keniscayaan.
Namun, jangan ada kata menyerah dalam elan vita itu. Sebab, pertempuran demi pertempuran adalah modal yang harus dijaga marwahnya agar kemenangan perjuangan bisa diraih, baik melalui meja perundingan atau dalam kemenangan pertempuran terakhir — kemenangan perjuangan total yang lazim disebut : kemenangan perang.
Makanya ada kata-kata bertuah: boleh kalah berkali-kali dalam pertempuran, tapi jangan kalah dalam peperangan. Karena perang itu tunggal, pertempuran itu jamak.
Perang adalah kumpulan pertempuran demi pertempuran, perlawanan demi perlawanan.
Dan salah satu perlawanan Bangsa Indonesia menghadapi penjajah Belanda adalah dalam bentuk siaran-siaran perjuangan melalui Radio Rimba Raya, setelah Agresi II Belanda dengan pengumumannya dalam balutan siasat licik : Indonesia sudah bubar !
Radio Rimba Raya terus mengumandangkan perjuangan itu, terus menyeruakkan perlawanan heroik dari Bumi Sumatra, digerakkan Kolonel Husen Yusuf, di bawah kepemimpinan Presiden darurat Safrudin Prawiranegara.
Nah, perjuangan untuk menegakkan kedaulatan Indonesia itu, digambarkan dengan semangat kepahlawanan dalam kata-kata puitis magis yang terliterasi dalam puisi berjudul ‘Dari Sini Indonesia Masih Ada’ karya M. Rohanudin.
Penyair ini menggambarkan alat perjuangan yang bernama Radio Rimba Raya dalam tuah-tuah bernas, di antaranya pada bait ke-3 dari puisi cukup panjang yang terdiri dari 8 bait itu, yakni :
tahun 1948 kembali Belanda menyerbu Indonesia
Radio Rimba Raya Bener Meriah
di baliknya bukit-bukit berdiri tegak,
di subuh sebasah embun, secara mengejutkan
mengumumkan kepada dunia
eksistensi keberanian dan siasat rakyat Indonesia :
dari sini Indonesia Masih Ada
dari sini Indonesia Masih Ada
dari sini Indonesia Masih Ada
Sebagaimana puisi-puisi Rohan dalam buku kumpulan puisi _Bicaralah yang Baik-Baik_, ia senantiasa menyuguhkan idiom-idiom baru dalam ranah puisi, seperti ini misalnya (bait ke-2, baris 2-3):
di baliknya bukit-bukit berdiri tegak,
di subuh sebasah embun
Ohoi estetik sekali !
Dari siaran-siaran radio di pedalaman Bumi Sumatra itu, bangsa Indonesia ingin menunjukkan kepada dunia bahwa eksistensi kemerdekaan Indonesia masih berdiri tegak. Dan itu ditunjukkan M. Rohanudin dalam kalimat repetisi yang tegas dan indah pada bait ke-2 itu :
dari sini Indonesia Masih Ada
dari sini Indonesia Masih Ada
dari sini Indonesia Masih Ada
Dan, dari sini terdapat sesuatu yang baru dari perbendaharaan pengetahuan saya bahwa dulu pada era penegakan kemerdekaan Bangsa Indonesia, ada pemancar radio yang melakukan perjuangan perlawanan terhadap penjajah Belanda : Radio Rimba Raya.
Saya pikir cuma siaran radio yang digemakan oleh Bung Tomo dalam pertempuran 10 Nopember 1945 itu.
Dalam konteks puisi ini, Rohan tidak saja piawai merangkai kata-kata, tapi juga jeli menangkap hal-hal yang sepertinya tampak “kecil”, yaitu peranan wanita — dalam hal ini: istri. Padahal penting sekali! Dimana itu dirangkainya dalam deskripsi pada bait ke-8 baris 1-3 :
kalau Ibu Fatmawati Soekarno menjahit bendera merah putih dengan jahitan tangan dan suara hati
Ibu Salimah istri tercinta Kolonel Husen Yusuf pendiri Radio Rimba Raya
Adalah ibu sejati penggulung kabel-kabel transmisi radio
Dari sini Indonesia Masih Ada! (Amang Mawardi).