TIDORE, arekMEMO.com – Sekitar abad ke-16 sampai abad ke-18, Kesultanan Tidore pernah mencapai era kejayaan. Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, berharap  kejayaan tersebut tidak dilupakan. Generasi muda harus mengetahui jejak sejarah Tidore yang kaya akan rempah.

Harapan tersebut disampaikan LaNyalla saat Ramah Tamah dengan Sultan Tidore Husain Alting Sjah dan Pemerintah Kota Tidore Kepulauan, Kamis (28/1/2021).

Dalam kunjungannya LaNyalla diberi gelar Halifatul Mukarram Saidissakallaini Ala Jabalittidore, sebagai utusan Bobato Madofolo Nyili Gulu-Gulu (Perwakilan Sultan Tidore di Wilayah Jauh) oleh Sultan Tidore, Husain Alting Sjah. Gelar itu disematkan berdasarkan Keputusan Sultan Tidore No. 01/KPTS/ST/I/2021 tentang Pemberian Gelar. 

Kegiatan sakral yang disaksikan rombongan senator tersebut berlangsung di Kadaton Sultan Tidore, Kelurahan Soasio, Kota Tidore, Maluku Utara.

“Tidore terkenal sebagai negeri para raja dengan banyak rempahnya. Sejarah membuktikan, bahwa Pemerintah Kota Tidore Kepulauan dahulu adalah pusat dari Kesultanan Tidore yang sangat berjaya di masanya, sekitar abad ke-16 sampai abad ke-18,” tuturnya.

Menurut LaNyalla, Kesultanan Tidore adalah kerajaan Islam yang menguasai sebagian besar Pulau Halmahera Selatan, Pulau Buru, Pulau Seram, dan banyak pulau di pesisir Papua Barat. 

“Tidak heran saat ini, Kota Tidore Kepulauan, juga merupakan kota terluas ketiga di Indonesia setelah Kota Palangka Raya dan Kota Dumai,” ujarnya.

Dijelaskan LaNyalla, salah seorang Sultan Tidore yang terkenal adalah Sultan Nuku, yang dianugerahi gelar Pahlawan Nasional. Sultan Nuku dikenal sebagai salah satu pejuang yang mati-matian melawan penjajah. “Selain itu, sejarah juga mencatat peran dan kegigihan Sultan Zainal Abidin Syah dalam mempertahankan kedaulatan NKRI,” jelasnya.

Senator asal Jawa Timur ini mengatakan, Tidore ketika itu menjadi sebuah kerajaan maritim yang memiliki wilayah kekuasaan sangat luas, meliputi sebagian Maluku. Tidak hanya itu, Papua menyatu dalam NKRI pun salah satunya atas jasa Sultan Zainal Abidin Syah, sehingga beliau diangkat menjadi Gubernur Irian Barat pertama (sekarang Papua dan Papua Barat, red) yang menjabat pada tahun 1956-1961.

Atas besarnya jasa-jasa beliau dalam mempertahankan kedaulatan NKRI, LaNyalla dengan tegas menyatakan akan mendukung penuh usulan agar Sultan Zainal Abidin Syah menjadi Pahlawan Nasional.  

“Oleh sebab itu, saya juga mengusulkan agar dibangun museum atau monumen peringatan Trikora di Kota Tidore, agar generasi muda dan masyarakat Indonesia bisa melihat kembali sejarah Papua, bagaimana pentingnya mempertahankan NKRI, dan juga menyadarkan pentingnya menjaga persatuan dan kedaulatan,” harapnya.

Dalam pertemuan tersebut, LaNyalla menyampaikan harapannya agar Pemerintah Kota Tidore memanfaatkan gelaran internasional Sail Tidore, November mendatang. 

Sail Tidore dirangkaikan dengan berbagai kegiatan budaya dan wisata. Untuk itu, LaNyalla berharap Sail Tidore dapat mendorong pertukaran pengetahuan, pemahaman lintas budaya, maupun kerja sama dalam konteks ekonomi, baik perdagangan maupun investasi, bagi negara-negara peserta.

Momentum lain yang bisa dimanfaatkan adalah pelayaran Napak Tilas Magellan-Elcano dengan menggunakan Kapal Phinisi. Kegiatan ini dilakukan untuk mengenang pelayaran keliling dunia Ferdinand Magellan dan Juan Sebastian Elcano, dalam ekspedisi keliling dunia 500 tahun silam. Dan Tidore adalah salah satu daerah yang disinggahi Magellan-Elcano.

“Saya berharap Komite III DPD RI untuk mengusulkan kepada Pemerintah agar menambah alokasi anggaran di bidang pendidikan kemaritiman kepada Kota Tidore,” ujarnya. Senator harus membawa permasalahan daerah ke Senayan, untuk kita carikan solusinya. “Karena bagi  kami, jika Daerah Maju, maka Indonesia juga Maju. Jika Daerah Makmur, maka Indonesia juga Makmur,” ujarnya. (ril/bon)