Silaturahmi Alumni Lintas Angkatan SMP Jayawarsa, 4 Mei 2025 di Graha Paramita, Jl. Kendangsari 53, Surabaya.

arekMEMO.Com – Minggu 4 Mei lalu, saya hadir di reuni lintas angkatan SMP Jayawarsa, di Graha Paramita Jl. Kendangsari 53 Surabaya.

Di sela persiapan sesi foto bareng, di panggung depan back drop, seorang adik kelas selisih lima angkatan di bawah saya menjejeri, lantas setengah berbisik nyeletuk begini, “Yaopo, Pak, sehat ta?”.

Saya jawab sembari menatap banyak juru kamera dadakan dengan perangkat HP, “Alhamdulillah sehat, Mas. Embuh sehat ‘Siaga Piro’ iki. Mudah-mudahan masih masuk ‘Siaga I’…”

Istilah ‘Sehat Siaga’ saya temukan sekira enam tahun lalu di salah satu postingan di Facebook.

‘Siaga I’ di-“terminologi”-kan sebagai sehat tapi kurang bugar. Nah, kategori itu, saya pas-kan dengan kondisi kesehatan saya saat ini, ditandai bahwa setiap bulan dua kali saya mesti kontrol ke Rumah Sakit Haji Surabaya, yaitu di Poli Jantung (untuk hipertensi saya) dan di Poli Urologi (untuk prostat saya yang sudah dioperasi 3 tahun lalu).

Meski “baru” berusia 72 tahun, saya senantiasa bersyukur mengingat teman-teman saya se-angkatan di STM Negeri II (Kimia Industri) Surabaya –dari 62 murid– saat ini tinggal 28 orang.

Saya tidak tahu, berapa teman-teman se-angkatan di SMP Jayawarsa yang masih hidup. Sebab sejak 5 tahun lalu, dipelopori Hadidoyo teman saya sekelas di III A dulu, kami alumni 1970 sudah membentuk grup WA, beranggotakan sekitar 20 orang. Belakangan jumlah sekian itu berkurang dua karena meninggal dunia.

Jadi kami tidak tahu, berapa teman se-angkatan yang masih hidup. Sedang diupayakan untuk dicari dan terus dihimpun.

Karena reuni lintas angkatan ini baru pertama kali saya ikuti, maka banyak yang saya tidak kenal. Saya pun mencoba aktif dengan mendatangi satu per satu yang hadir di ruangan megah itu, mencoba memperkenalkan diri.

“Wuih…alumni 1970, Rek,” komentar salah satu dari yang saya salami, mengindikasikan saya sebagai alumni senior.

Yang hadir siang itu sekitar 50 orang, umumnya kelulusannya 3-8 tahun di bawah saya.

Salah satunya Cak H. Salukhi. Beliau lulus tahun 1973, pemilik kedai sate klopo Ondomohen, Surabaya, yang legendaris itu.

Setelah tamat dari SMP Jayawarsa, paparnya, Cak Salukhi tidak melanjutkan pendidikan ke SLTA.

“Aku biyen nakal, Pak…” katanya.

“Gak opo-opo nakal, Pak. Sing penting saiki akeh duwik-e…” komentar saya yang duduk berhadap-hadapan dengannya. Cak Salukhi yang di jari-jari tangan kiri & kanan ditenggeri banyak cincin itu, agak kaget mendengar komentar saya, lantas disusul tawa panjangnya.

Tuan rumah –saya panggil Mas Sarno– adalah alumni SMP Jayawarsa tahun 1974. Terlihat lebih muda ketimbang usianya.

Setelah dari Jayawarsa, pemilik Laboratorium Paramita yang punya 41 cabang ini, melanjutkan ke SMA Negeri IV Surabaya. Lantas ke Fakultas Hukum Unair.

Kepada sosok low profile ini, saat pamit pulang saya souvenirkan buku karya saya ke-15 berjudul Memoar Wartawan Biasa Biasa, seraya saya katakan, “Mas Sarno kalau butuh ditulis biografi, jangan lupa kontak saya, ya. Saya rasa masyarakat pun perlu tahu lho kunci sukses, bagaimana bisa jadi konglomerat jasa pemeriksaan kesehatan di laboratorium Anda…” Sosok ini cuma menjawab dengan senyuman. (Amang Mawardi).