SIDOARJO, arekMEMO.Com – Berjualan kacang rebus bagi Sutrisno, 67 tahun adalah sebuah pilihan. Setiap sore dia selalu mangkal di taman depan gereja, Wisma Tropodo, Waru, Sidoarjo. Dengan gerobak yang penuh kacang rebus, dia buka mulai pukul 16.00 – 20.00 WIB dan selalu habis.
Sutrisno warga Wedoro, Waru, Sidoarjo ini berjualan kacang rebus menggunakan gerobak. Dari rumahnya yang berjarak sekitar enam kilometer, gerobak yang berisi kacang rebus ditarik dengan sepeda motor.
Kacang rebus berasal dari kacang tanah yang direbus. Ciri khas kacang rebus Sutrisno yang dijual di gerobaknya selalu mengeluarkan asap. Pertanda kacang rebusnya selalu hangat setiap saat. Selalu fresh. Enak dinikmati dan selalu merasa ketagihan bagi penikmatnya. Bahkan sangat cocok sekali untuk menemani waktu santai, sambil duduk menonton tayangan televisi.
Sutrisno pada hari-hari biasa bisa menjual 25 kilogram kacang rebus. “Kecuali hari Minggu saya bisa menghabiskan 40 kg kacang rebus,” cerita Sutrisno sambil melayani pembeli. Dia beli kacang mentah sebagai bahan dagangan di Krian, Sidoarjo.
Dari hasil berjualan kacang rebus selama 30 tahun, Sutrisno bisa membeli rumah di wilayah Krian, Sidoarjo. Tapi, rumah di Krian dikontrakkan. Anehnya, dia malah kos di Wedoro karena mendekati tempat berjualan yang selalu ramai pembeli.
Satu kilogram harga kacang rebus Sutrisno membandrol Rp 36 ribu. “Tapi kebanyakan mereka beli seperempat sampai setengah kilogram. Kecuali mereka yang lagi punya gawe kadang beli cukup banyak. Lima kilogram sampai 10 kilogram,” kata pria asli Madiun ini.
Bagi Sutrisno berjualan kacang boleh dibilang keturunan. Ayah dan saudara-saudaranya juga berjualan kacang rebus. Bahkan, istrinya kalau pagi juga berjualan kacang tanah mentah di pasar dadakan Wedoro.
“Sayang sekali usaha jualan kacang rebus ini tidak ada yang meneruskan. Anak satu-satunya meninggal kecelakaan saat pulang dari kerja. Anak saya kecelakaan usianya saat itu 20 tahun,” kata Sutrisno sambil matanya berkaca-kaca saat bercerita. (kar)