JAKARTA, arekMEMO.Com – Presiden Prabowo Subianto mengaku malu atas perbuatan Noel. Pasalnya, Noel anggota Partai Gerindra, meski belum menjadi kader Partai yang dibesutnya itu. Noel juga menjadi anggota Kabinet Merah Putih pertama yang ditangkap KPK di masa pemerintahannya. Hal ini disampaikan dalam peresmian pembukaan Apkasi Otonomi Expo di ICE BSD, Tangerang, Banten, Kamis.

Presiden juga kembali menegaskan komitmennya untuk membangun pemerintahan yang bersih dan adil demi kesejahteraan rakyat. Ia menegaskan rakyat tidak akan makmur jika pemerintahan masih terlibat korupsi. Kemakmuran dan kejahteraan rakyat hanya bisa dicapai apabila pemerintahnya bersih dan adil. Tanpa itu yang terjadi sebaliknya.

Menanggapi hal itu, Wakil Ketua Umum Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) Prof. Dr. Harris Arthur Hedar, SH, MH, berharap tak ada lagi Noel berikutnya yang membuat malu Presiden. Meskipun Presiden tegas mengatakan tidak akan melindungi siapapun, termasuk jika yang terlibat kader Partai Gerindra.

“Saya pikir luar biasa komitmen dan keterbukaan yang disampaikan Presiden Prabowo, yang mengaku malu, anak buahnya di kabinet menjadi tersangka tindak pidana korupsi. Karena Presiden selalu meminta semua jajaran untuk ingat sumpah jabatan dan untuk menjalankan pemerintahan yang bersih,” ungkap Guru Besar Universitas Negeri Makassar itu, Kamis 28 Agustus 2025.

Bagi Prof Harris, apa yang dikatakan Prabowo tentang hubungan antara kemakmuran dengan pemerintahan yang bersih dan adil adalah doktrin sekaligus teori universal yang sudah teruji. Karena pemerintahan yang korup secara fundamental merusak tiga pilar utama yang menopang kemakmuran. Yaitu keadilan, efisiensi ekonomi, dan kepercayaan publik.

“Korupsi bukan sekadar pencurian uang negara, melainkan sebuah penyakit sistemik yang menggerogoti setiap aspek kehidupan masyarakat, mulai dari ekonomi hingga sosial. Karena terjadi pengalihan sumber daya yang seharusnya untuk memakmurkan dan menyejahterakan rakyat melalui pembangunan dan pelayanan publik, beralih ke kantong pribadi orang per orang,” ini justifikasi universalnya.

Dana yang seharusnya untuk membangun jalan, sekolah, rumah sakit, dan fasilitas publik lainnya justru lenyap. Akibatnya, kualitas infrastruktur menurun, layanan publik menjadi mahal dan tidak efisien, serta masyarakat, terutama yang miskin, menjadi korban, karena tidak mendapat akses yang layak. Hal ini menciptakan ekonomi biaya tinggi yang menghambat pertumbuhan investasi dan bisnis.

Masih menurut Prof Harris, justifikasi teori lainnya terhadap apa yang disampaikan presiden adalah hilangnya kepercayaan publik. Ketika masyarakat melihat pejabat publik yang seharusnya melayani mereka justru memperkaya diri, kepercayaan terhadap pemerintah dan lembaga negara akan terkikis. Hal ini bisa memicu ketidakstabilan politik dan sosial. Tanpa kepercayaan, sulit bagi pemerintah untuk mendapatkan dukungan rakyat dalam menjalankan kebijakan atau reformasi.

“Padahal gagasan-gagasan besar Presiden Prabowo yang bertujuan memeratakan perputaran uang ke seluruh wilayah melalui program MBG, Sekolah Rakyat, Koperasi Desa dan lain-lain membutuhkan dukungan publik yang melibatkan seluruh komponen masyarakat tanpa kecuali. Ini akan sulit apabila kepercayaan publik digerus oleh pejabat yang melakukan korupsi,” urai Wakil Rektor Universitas Jayabaya Jakarta itu.

Pada akhirnya, lanjutnya, pemerintahan yang korup hanya membawa kemakmuran bagi segelintir elit. Sementara sebagian besar rakyat justru menderita. Itulah kondisi yang menghambat pertumbuhan ekonomi yang terbuka. Yang memberi akses ekonomi bagi rakyat kebanyakan. (*)