Petani Karanganyar, Jawa Tengah menangis. Harga gabah hancur. Benar-benar anjlok. Hanya Rp 3.300/kg…. Padahal harga gabah sebelumnya Rp 4.700/kg. Jadi turun Rp 1.400/kg. Satu-satunya harapan petani adalah pemerintah (dalam hal ini Bulog) mau membeli gabah mereka.
Harga tersebut merupakan titik terendah. Jika dibandingkan dengan beaya produksi, mulai dari membeli bibit, tanam, pupuk, perawatan dari serangan hama, hingga panen, tidak menguntungkan petani.
Belum lagi kebijakan pemerihtah yang dapat dibilang mencekik leher petani, yakni impor beras sebanyak 1 juta ton, dengan alasan menjaga stok beras nasional.
Sebagaimana disampaikan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, yang menyatakan pemerintah akan mengimpor beras sebanyak 1 juta sampai 1,5 juta ton dalam waktu dekat ini. Hal tersebut dilakukan, alasannya: demi menjaga ketersediaan dan mengantisipasi lonjakan harga beras di dalam negeri.
“Salah satu yang penting adalah penyediaan beras dengan stok 1 juta sampai 1,5 juta ton,” ungkap Airlangga, dalam Rapat Kerja Kementerian Perdagangan 2021, Kamis (4/3).
Airlangga menjelaskan, terdapat dua skema dalam menjaga pasokan beras di dalam negeri. Pertama, impor 500 ribu ton untuk cadangan beras pemerintah (CBP) dan 500 ribu ton sesuai dengan kebutuhan Perum Bulog.
Kedua, penyerapan gabah oleh Perum Bulog dengan target setara beras 900 ribu ton saat panen raya pada Maret sampai Mei 2021 dan 500 ribu ton pada Juni 2021 sampai September 2021.
Yang patut kita pertanyakan, sekaligus kita sesalkan adalah, mengapa kebijaksanaan impor beras justru dilakukan sekarang (bulan Maret)? Pada saat panen raya? Pada saat gabah melimpah?
Mengapa impor beras tidak dilakukan bulan Juli/Agustus/September pada saat masa paceklik?
Gabah murah ini tentu saja sangat menguntungkan tengkulak. Mereka membeli gabah sebanyak-banyaknya dari petani, kemudian disimpan dan dijual lagi nanti pada saat paceklik. Atau gabah tersebut dikeringkan, digiling, lalu dijual beras = Rp 10.000/kg.
Untuk menindak tengkulak dari praktek menimbun gabah, aparat penegak hukum (dalam hal ini Polri), harus cerdas, cermat dan cepat tanggap. Mereka ini bisa dijerat pidana, bahkan pidana ekonomi, karena ulahnya menimbun gabah bisa mengacaukan perekonomian negeri ini.
Selain itu, pemerihtah harus membuat, menentukan harga dasar gabah (basah serta kering). Dimana patokan harga tersebut harus diumumkan sebagai acuan harga dasar gabah nasional. Dengan begitu harga gabah terkontrol. Hak hidup petani terlindungi. Sementara yang melanggar yaa dijebloskan ke penjara. (cak bon)