Siapa sih yang tidak mengenal keris? Senjata tradisional Indonesia ini dikenal sarat nilai makna. Bahkan, sebagian keris memiliki falsafah tersendiri. Tak heran jika Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, dibuat jatuh hati.
Ada sejumlah alasan yang membuat LaNyalla tertarik pada keris. Diantaranya serat-serat lapisan logam cerah pada helai logam atau yang dikenal sebagai pamor sebilah keris banyak menyimpan nilai estetika tinggi.
Ketertarikan ini yang kemudian menjadikan LaNyalla Mattalitti sebagai kolektor keris ulung. Ia mengoleksi keris sejak tahun 1999. Ia memaknai benda warisan budaya tersebut sebagai falsafah hidup. Ada banyak perjalanan yang ditempuh untuk bisa membuat keris.
“Dengan campuran batu meteorit dari langit, dan ditempa dengan pukulan dan panas api, adalah gambaran parjalanan hidup manusia menuju tujuan paripurna. Seperti itu juga-lah perjalanan hidup saya,” ungkap LaNyalla, Sabtu (24/4/2021).
Keris memiliki keunikan tersendiri bagi para kolektor. Menurut LaNyalla, setiap pamor punya filosofi beragam tergantung bentuknya. “Saya mengambil pamor positif dari setiap koleksi keris yang saya punya. Pamor positif adalah agar bisa lebih tangguh menjadi seorang pemimpin,” tutur Senator Jawa Timur itu.
Lebih dari 3.000 keris dimiliki dan tersimpan rapi di kediamannya di Surabaya, Jawa Timur. Dari 3.000 keris, sekitar 300-an tergolong sebagai keris pusaka.
Koleksi keris pusaka LaNyalla tak main-main. Mayoritas merupakan pusaka sejak zaman Kerajaan Majapahit yang usianya mencapai 800 tahun. Namun, ia juga memiliki keris era Kerajaan Mataram dan Singasari. “Rata-rata dari Majapahit sudah berumur 800 tahun. Paling muda Mataram, usianya 300 tahun,” ungkapnya.
Kecintaan LaNyalla pada keris terjadi saat ia berusia 40 tahun. Mantan Ketum PSSI itu kemudian memulai perjalanan panjang keliling Indonesia untuk mendapatkan keris dari berbagai wilayah di nusantara, hingga saat ini.
Para kolektor memahami tidak mudah mendapatkan keris bernilai tinggi, apalagi keris-keris pusaka. Hal tersebut lantaran tidak sembarang orang bisa memilikinya.
Perjalanan mengumpulkan keris dijadikan sebagai salah satu perjalanan spiritual bagi LaNyalla. Bahkan ia harus menjalankan Puasa Sunnah Daud agar sisi spiritualnya mampu menjaga keris-keris tersebut, agar berfungsi secara semestinya dan tidak disalahgunakan.
“Sejak saya Puasa Daud baru dia nempel. Kadang-kadang (keris) datang sendiri, melalui orang yang kasih ke saya, atau kadang-kadang tiba-tiba ada orang nawarin,” kata LaNyalla.
Meski begitu, mantan Ketum Kadin Jawa Timur ini tidak mau menempatkan keris sebagai benda yang harus diagungkan. LaNyalla murni mengumpulkan keris sebagai bentuk cita rasa seni dan caranya untuk menjaga warisan budaya tanah air.
“Banyak orang yang memposisikan keris dalam kehidupan, itu bisa menjadi musyrik. Jangan seperti itu. Karena ada orang pegang keris, kalau nggak bisa menata diri bisa menjadi musyrik. Makanya kita harus bisa menata diri,” papar pria kelahiran 10 Mei 1959 tersebut.
Seni dan spiritual terkadang memang bisa melebur menjadi sebuah estetika bagi para pecintanya. Namun jangan sampai nilai-nilai budaya menggoyahkan sisi keagamaan seseorang.
“Harus bisa membedakan antara hak dan batil, ini bener atau musyrik, di situ bedanya. Ini semua sebagai alat, alat penghantar, bukan karena dia. Dia hanya menghantarkan,” jelas LaNyalla.
Atas kiprahnya menjaga warisan budaya, alumnus Universitas Brawijaya Malang tersebut beberapa kali mendapat penghargaan. Bahkan LaNyalla dua kali mendapat gelar kehormatan dari Keraton Surakarta.
Pada tahun 2003 silam, LaNyalla mendapatkan gelar Kanjeng Raden Haryo Tumenggung (KRHT). Lalu pada 2020 lalu, Keraton Surakarta kembali memberikan gelar kehormatan untuk LaNyalla dengan nama Pangeran Hardonagoro.
Gelar dan nama Pangeran Hardonagoro diberikan Keraton Surakarta untuk LaNyalla sebagai apresiasi, karena LaNyalla telah melestarikan salah satu kebudayaan Jawa dengan mengoleksi dan merawat ribuan keris. Keraton Surakarta menilai, LaNyalla sebagai pelestari keris pusaka layak mendapatkan penghargaan itu.
“Kepedulian terhadap benda-benda pusaka itu penting. Kita harus memelihara dan menjaga keris sebagai warisan budaya, apalagi keris sudah diakui Unesco sebagai warisan budaya Indonesia sejak tahun 2005,” paparnya.
“Keris menjadi bagian dari identitas Indonesia, khususnya Jawa dan tentunya menjadi kekayaan budaya Nusantara. Kita harus jaga betul, sehingga kelak anak cucu kita dapat membanggakan warisan budaya tersebut,” sambung LaNyalla.
Kiprah LaNyalla di dunia perkerisan juga tidak sedikit. Tak jarang ia menghelat dan memberikan dukungan untuk berbagai acara perkerisan, termasuk pameran-pameran.
Pengusaha yang merintis kesuksesannya dari bawah ini juga sering menjaring aspirasi insan perkerisan Indonesia. LaNyalla kerap memfasilitasi aspirasi tersebut untuk disampaikan ke pemerintah, baik di tingkat daerah maupun nasional.
“Kita harus dukung para insan perkerisan nasional. Mereka menyampaikan aspirasi agar keris buatan para penerus Mpu bisa digunakan untuk cendera mata resmi dari Presiden kepada tamu negara. Kita akan teruskan harapan mereka,” ujar Ketua Dewan Kehormatan Kadin Jawa Timur ini.
LaNyalla juga selalu memberikan dukungan kepada para perajin keris sebagai generasi penerus para Mpu. Ia mendukung terus dipeliharanya warisan budaya oleh para generasi milenial.
“Keris bukan cuma diminati oleh warga sendiri. Banyak kolektor dari luar negeri yang juga berburu keris, dan ini harus dimanfaatkan oleh pengrajin keris sehingga bisa menambah nilai dari budaya kita. Maka saya berpesan, generasi muda juga harus peduli dengan keris sebagai warisan budaya.” (ril/bon)