LIMBAH karung goni bekas yang semula tidak ada nilainya, di tangan Fatmalia Julinda warga Madiun ini menjadi punya nilai tinggi. Lulusan Fakultas Ilmu Administrasi Bisnis Universitas Brawijaya Malang tahun 2006, ini lantas mengotak-atik karung goni bekas itu menjadi tas rajutan yang fashionable bernilai jual tinggi.
Menurutnya, kunci menjadi pengusaha adalah harus pandai melihat peluang dengan memadukan ide dan kreativitas. Limbah sisa produksi yang dibuatnya pun bisa diubah menjadi produk yang diburu konsumen.
Bahkan tas goni produksi Fatmalia itu sekarang jadi populer di kalangan pecinta fashion. Modelnya unik dan sangat mendukung penampilan jadi keren. Beragam model tas dibikin, seperti tote bag, sling bag, clutch bag, tas jinjing, dan grocery bag.
Cerita Fatma, panggilan akrabnya, usaha membuat tas goni ini ditekuni sejak 2017 lalu. Idenya berawal dari seringnya mencari referensi dari internet. Ia melihat tas-tas yang ramah lingkungan di antaranya ada yang terbuat dari goni.
Tapi, sebelumnya ia sudah pernah memulai coba membuat tas pada tahun 2012 namun bukan dari karung goni. Karena saat itu goni sendiri belum familiar. Apalagi goni sebagai bahan baku pabrikan belum ada di daerahnya.
“Kebetulan tetangga saya yang punya lapak di pasar menyimpan karung goni bekas. Saya berpikir, kenapa tidak membuat tas goni dengan mencoba bahan baku yang sudah ada di sini,” kata istri Yusuf Ardiatmo ini, Senin (15/11/2021).
Tahun 2017, dia beralih dan mencoba membuat tas goni tapi menemui kesulitan. Itu disebabkan dari tekstur karung goni bekas itu sendiri yang kasar, tebal dan sulit dibentuk. Itu belum dilihat dari tingkat kebersihannya,” ujar Fatmalia Yulinda, owner Tas Goni Charu Dhatri.
Upayanya pun membuahkan hasil setelah wanita 37 tahun ini menemukan formula yang pas melalui ketekunannya selama satu tahun. “Kalau produk tas lain mengandalkan karung goni sudah jadi, tetapi saya lebih mengunggulkan karung goni bekas. Sebab, karung goni bekas ini punya tekstur yang bagus, tebal, kuat dan ramah lingkungan. Apalagi di sini bahan bakunya melimpah dan tidak ada yang memanfaatkan. Jadi, saya memilih itu untuk memberikan nilai lebih,” tutur ibu dua anak ini
Tetangga yang mempunyai karung goni bekas di lapak pasar tadi, awalnya memberikan secara cuma-cuma karena dianggap tidak ada nilainya. Selanjutnya, ia harus membelinya. Karena permintaan semakin banyak, otomatis persediaan tetangganya tidak mencukupi, akhirnya juga beli di tempat lain.
“Sebetulnya karung goni bekas itu banyak, tetapi saya pilih yang bekas wadah kopi atau wadah kacang. Dua karung goni ini saya pilih karena tidak terlalu kotor. Kalau mau beli yang diproduksi pabrik siap pakai sebetulnya juga tersedia. Akhirnya, saya memang memakai semuanya, tetapi saya lebih menggunakan karung goni bekas,” tutur wanita yang beralamat di Jl Semangka 48, Kelurahan/Kecamatan Taman, Kota Madiun.
Tas goni hasil karyanya yang dikerjakan bersama suami, pada prinsipnya berkonpsep tas custom, yaitu atas dasar pesanan konsumen. Kalau dihitung-hitung jenis tas custom yang dibikin sudah tak bisa dihitung lagi. Sangat banyak sekali. Kira-kira dalam kurun empat tahun ini menghasilkan sekitar 1.000 jenis tas pesanan konsumen.
Soal harga, ia membandrol misalnya dompet mulai dari yang terkecil Rp 50 ribu – Rp 300 ribu. “Tapi, saya biasanya paling banyak menerima pesanan dari kantor-kantor. Kantor-kantor itu memesan suvenir yang unik dan beda dari yang lain. Misalnya, kotak tisu, dompet dan lain-lain yang berbahan goni,” tutur Fatmalia.
Disamping membuat pesanan konsumen, tas hasil produknya juga dipasarkan secara online dan offline. Pemasaran secara offline biasanya dilakukan di pameran-pameran, atau di galeri yang disediakan oleh pemerintah setempat untuk mewadahi hasil karya para perajin.
Menurutnya, walau modal masih mengandalkan kemampuan sendiri, namun pemerintah sudah banyak membantu memberikan pendampingan dari perkembangan usahanya. Misal, mendapat pelatihan manajerial, penyusunan pelaporan keuangan dan pelatihan-pelatihan untuk menambah skill. Bahkan, Fatmalia sekarang sudah menularkan ilmunya kepada orang lain sebagai pelatih.
“Untuk menjadi tenaga pelatih profesional sih tidak, tetapi saya lebih cenderung mengajari orang per orang. Bahkan, juga ada permintaan sekolah-sekolah untuk mengajari murid-muridnya. Misalnya SD, meminta diajari kerajinan-kerajinan. Niat saya adalah berbagi ilmu,” tutur Fatmalia yang dalam usahannya dibantu satu karyawan, suami dan saudaranya.
Angan-angan ekspor, sebetulnya sudah menjadi gagasannya. “Tapi, alhamdulillah pemasaran di dalam negeri disamping Pulau Jawa sendiri, juga sudah merambah Sumatera, Sulawesi, Kalimantan, Lombok, Makassar dan lain-lain kecuali Papua,” ujarnya.
Ke depan, ia pun punya harapan. Mudah-mudahan lebih berkembang dan pemasarannya lebih luas serta bisa diterima di semua kalangan usia. “Saya inginnya punya galeri sendiri. Sebab, prospek tas berbahan goni bekas ini lebih menjanjikan,” harapnya.
Dari kacamata pengamatannya, trend kerajinan kini cenderung pada produk-produk yang ramah lingkungan. Di antaranya, goni bisa jadi sebagai pilihan. “Target saya disamping menyasar pada kaum milenial, juga ibu-ibu yang di atas usia 40 tahun. Itulah segmen yang saya garap,” pungkasnya. (Cak Kar)