DENPASAR, arekMEMO.Com – Memeringati HUT Serikat Perusahaan Pers (sebelumnya bernama Serikat Penerbitan Suratkabar, SPS) yang ke-77 tahun, para pimpinan perusahaan pers se Indonesia menggelar rakernas dan dialog nasional di Harris Convention, Denpasar. Dalam acara itu digelar pula Awarding di kediaman Gubernur Bali, Kompleks Jaya Sabha, Jl. Surapati No 1, Dangin Puri, Denpasar, Bali, pada 10–11 Agustus 2023.
Dalam rakernas tersebut, SPS mendorong pemerintah untuk mengeluarkan regulasi baru yang mengatur tanggung jawab platform terhadap perusahaan surat kabar/pers, yang dapat melindungi dan menguatkan perusahaan pers dan awak media, sebagai salah satu dari 4 pilar bangsa, di era digital.
“Karena memang dinamika kehidupan pers sangat dinamis saat ini dan ke depannya ada ketergantungan terhadap platform, kita berharap pemerintah atau negara ikut mendukung dengan membuat semacam regulasi yang mengatur tanggung jawab platform. Karena selama ini terbatas pada apa yang dipelopori oleh dewan pers dan komunitas pers yang lainnya. Kami melihat selama ini ada semacam ketidakadilan ekonomi digital di dalam industri media di Indonesia,” ungkap Sekjen SPS Pusat, Asmono Wikan, di sela-sela rakernas.
HUT ke-77 SPS, mengambil tema Transformasi Media untuk Bangkit Bersama, dibuka secara resmi oleh Menteri Kominfo RI Budi Arie Setiadi secara daring. Sementara pidato sambutan pembukaan dilakukan oleh Ketua Umum Pusat SPS, Januar P Ruswita.
Kegiatan tersebut, juga dihadiri Gubernur Bali yang diwakili Sekdaprov Bali Dewa Made Indra, Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu, Dewan Pertimbangan SPS Pusat Satria Narada (Alumni Stikosa–AWS sekaligus CEO Bali Post), Ketua Kadin Provinsi Bali serta Pengurus SPS Provinsi se Indonesia.
Sebuah kehormatan bagi Stikosa-AWS sebagai kampus jurnalistik pertama di Indonesia Timur, turut diundang dalam acara HUT ke-77 SPS yang dihadiri oleh Jokhanan Kristiyono selaku Ketua Stikosa – AWS Periode 2023-2027.
Lebih jauh Sekjen SPS Pusat menandaskan, bahwa sebagai titik balik upaya bersama perusahaan pers yang dinaungi oleh SPS, harus berkolaborasi dengan stakeholder untuk menjawab berbagai tantangan ekonomi digital yang saat ini berlangsung dan pada masa mendatang.
“Harus ada kolaborasi dengan para pemangku kepentingan, karena pers sendiri dalam sejarahnya adalah tonggak awal mula berdirinya republik ini. Pers ikut berperan besar dalam kelahiran republik tercinta. Banyak tokoh Pers yang lahir dan menjadi pejuang. Atas dasar inilah, pers bukan semata sebagai bisnis industri media. Fungsi pers sebagai pilar ke-4 di Indonesia dan aset bangsa, harus diselamatkan oleh semua pihak,” pinta Sekjen SPS Pusat tersebut.
Hal senada disampaikan Ketua SPS Pusat, Januar P. Ruswita, yang mengatakan SPS terus mengawal industri media dengan entitas bisnis yang sehat dan entitas pers dengan produk jurnalistik berkualitas, bertanggung jawab, serta menjadi bagian pencerdas bangsa.
Kehadiran media baru atau new media di era transformasi digital ini kata Januar, telah mengubah struktur kompetisi bisnis media, mulai dari perubahan bentuk, pola organisasi, hingga cara produksi, distribusi, dan cara mengonsumsi media.
Menurutnya, jurnalis sebagai profesi yang dalam kesatuan perusahaan media baru tersebut, harus meningkatkan kompetensi dan kreativitas untuk dapat bersaing di dunia media baru.
“Secara internal, perusahaan media sebagai sebuah institusi bisnis, dipaksa bertransformasi dengan mengacu pada proses dan strategi penggunaan teknologi digital, untuk secara drastis mengubah cara bisnis beroperasi dan melayani audiens dan mitranya,” ujar Januar.
SPS didirikan 77 tahun silam, tepatnya 8 Juni 1946. Tokoh-tokoh, pendiri perusahaan-perusahaan pers nasional berkumpul di Jogjakarta untuk mengikrarkan berdirinya Serikat Penerbit Suratkabar (SPS).
Organisasi ini menjadi alat perjuangan dalam menjaga kedaulatan Republik Indonesia melalui pers. Salah satu momentum terpenting SPS terjadi tahun 2011, saat kongres XXIII di Bali. Di mana organisasi ini bertransformasi seiring perkembangan bisnis anggota-anggotanya, menjadi bukan sekadar organisasi penerbit media cetak dan mengubah nama Serikat Penerbit Suratkabar menjadi Serikat Perusahaan Pers.
Saat ini, SPS memiliki 30 cabang provinsi yang di seluruh Indonesia, dengan 600 anggota perusahaan pers. Mayoritas berasal dari media cetak arus utama yang sudah mengembangkan bisnis persnya ke berbagai platform. (kar)