Surabaya, ArekMemo – Dukungan masyarakat terhadap upaya Pemkot untuk merebut kembali asset yang dikuasai oleh PT Yekape mulai bermunculan. Sejak Jum’at 21 Juni 2019 sampai Minggu, 23 Juni 2019 terlihat beberapa spanduk dukungan pengembalian asset yang dikuasai PT Yekape.
Spanduk-spanduk bertebaran di beberapa ruas jalan protokol Surabaya, bertuliskan ”Perumahan Rakyat, Perumahan Negara, Kembalikan Asset PT Yekape ke Pangkuan Pemkot Surabaya” yang dibuat oleh TPF Amandemen AD/ART Yekape KS – 2002 dan LBH KBRS.
Jojon, Ketua TPF Amandemen AD/ART Yekape KS – 2002 mengatakan, kami mendukung upaya pengembalian asset itu ke Pemkot Surabaya “Kami akan dukung dengan data dan temuan yang kami miliki”.
“Bentuk dukungan kami terhadap upaya pemkot merebut asset dari Yekape, kami akan lakukan aksi pendudukan kantor Yekape di Jalan Sedap Malam Surabaya, Selasa 25 Juni 2019, Pukul 10.00,” ujar Jojon.
Setelah aksi pendudukan dan pemasangan spanduk dukungan ke Pemkot, akan menyerahkan surat dukungan beserta dokumen hasil kajian. “Selain itu kami akan kirim surat beserta dokumen kajian kami ke Kejati, DPRD Surabaya, Gubernur dan Polrestabes,” ungkap Jojon.
“Semoga surat dukungan kami ini akan menguatkan upaya Pemkot dan Kejati lebih serius berjuang mengambil asset yang dikuasai PT Yekape,” kata Jojon.
Sebagai informasi perkembangan kasus ini, Kamis 20 Juni 2019, Walikota Surabaya Tri Rismaharini diperiksa penyidik kejaksaan tinggi terkait dugaan kasus korupsi aset Pemerintah Kota Surabaya yang dikuasai Yayasan Kas Pembangunan (YKP) dan PT YEKAPE. Tri Risma diperiksa selama dua jam di Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur, mulai pukul 13.00 – 15.00.
Risma sebelumnya mengatakan untuk merebut aset Pemkot Surabaya tersebut, pihaknya sudah pernah mengirimkan surat ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk minta bantuan dalam mengambil aset itu. “Tapi saat itu YKP menolak menyerahkan,” katanya.
Saat ditanya kenapa baru dilaporkan, Risma mengatakan tidak pernah berhenti untuk berupaya merebut aset tersebut. Selain berkirim surat ke KPK, pihaknya juga sudah pernah berkirim surat ke gubernur dan kejaksaan.
“Kita tidak berhenti, jadi setelah 2012, kita kirim surat terus. Saya kirim surat ke gubernur, kirim surat ke KPK kemudian ke sini (kejaksaan tinggi). Kami tidak akan berhenti,” katanya.
Disinggung soal bukti kepemilikan, Risma mengaku modal awal saat pendirian YKP itu berasal dari Pemkot Surabaya. “Bukti yang dimiliki Pemkot adalah YKP itu milik Pemkot, yaitu awal modalnya dari pemkot dan modalnya masih dihitung. Bukti yang diserahkan tadi surat-suratku ke YKP, kemudian YKP balas, itu kan ada,” katanya lagi.
Kasus korupsi YKP sebelumnya pernah beberapa kali mencuat. Bahkan pada 2012, DPRD Surabaya pernah membentuk Pansus dengan memanggil semua pihak ke DPRD. Saat itu Pansus Hak Angket memberikan rekomendasi agar YKP dan PT YEKAPE diserahkan ke Pemkot Surabaya, karena memang keduanya adalah aset pemkot. Namun pengurus YKP menolak menyerahkannya.
Yayasan Kas Pembangunan (YKP) dibentuk oleh Pemkot Surabaya tahun 1951. Seluruh modal dan aset awal sebanyak 3.048 persil tanah berasal dari pemkot, yaitu tanah negara bekas Eigendom verponding. Bukti YKP itu milik pemkot sejak pendirian Ketua YKP selalu dijabat rangkap oleh Walikota Surabaya saat itu, Sunarto.
Padahal, saat itu ada ketentuan UU No. 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah bahwa kepala daerah tidak boleh rangkap jabatan. Akhirnya tahun 2000, Walikota Sunarto mengundurkan diri dan menunjuk Sekda Yasin sebagai Ketuanya.
Namun, tiba-tiba pada 2002, Walikota Sunarto menunjuk dirinya lagi dan 9 pengurus baru memimpin YKP. Sejak saat itu pengurus baru itu diduga mengubah AD/ART dan secara melawan hukum memisahkan diri dari pemkot.
Hingga tahun 2007, YKP masih setor ke Kas Daerah Pemkot Surabaya. Namun setelah itu, YKP dan PT YEKAPE yang dibentuk YKP berjalan seolah diprivatisasi oleh pengurus hingga asetnya saat ini berkembang mencapai triliunan rupiah. (***)