SAAT ini, tren bersepeda menjadi pilihan yang sangat populer di kalangan banyak orang. Aktivitas bersepeda ini kerap disebut gowes. Di masa pandemi ini, banyak orang menjadi rajin berolahraga naik sepeda, tapi tetap dengan protokol kesehatan yang tepat. Selain menyehatkan, interaksi sosial tetap bisa terjalin dengan physical distancing.
Tak terkecuali Direktur Risiko Bisnis Bank Jatim, Dr Rizyana Mirda, ini. Bu Direktur bersama komunitas pengayuh pedal sepeda angin (gowes) MaCan (Mama Cantik) BJ yang mayoritas adalah cewek-cewek Bank Jatim. Tujuannya semata karena hobi, mencari sehat dan bahagia.
Ide awal terbentuknya Komunitas Gowes MaCan BJ, dimulai dari Bu Direktur Rizyana Mirda yang setiap hari Jumat selalu mengayuh sepeda dari rumah ke kantor. Sebab, sejak pandemi kegiatan olahraga seperti senam kesehatan jasmani tidak ada lagi, yang biasanya rutin dilakukan di instansi-instansi. Tapi, Mirda tetap melakukan olahraga setiap hari Jumat dengan bersepeda dari rumah ke kantor.
“Nah, teman-teman yang mayoritas cewek di Bank Jatim Cabang Utama Surabaya melihat saya naik sepeda dari rumah ke kantor, akhirnya mereka tertarik dan pada ikutan. Tak disangka, pesertanya semakin banyak. Kemudian mereka mengajak saya bergabung, sehingga terbentuklah Komunitas Gowes MaCan BJ,” kenang Dr Rizyana Mirda.
Sampai saat ini, jumlah anggota Komunitas Gowes MaCan BJ sekitar 25 orang, semuanya cewek. Untuk menghidupi komunitas gowes, setiap anggota dipungut iuran Rp 150 ribu/bulan. Setiap bulan sekali para mama cantik ini punya agenda tetap, keliling dari kota satu ke kota lain. Bahkan, pernah bersepeda sampai ke Jakarta pada April 2021. Berangkat dari Surabaya ke Jakarta naik bus. Begitu sampai di Jakarta, para MaCan BJ bergowes-ria dari GBK (Gelora Bung Karno) Senayan dan finish di Monas, Jakarta.
Bersama Komunitas Gowes MaCan BJ yang bertemu setiap bulan sekali, bagi Mirda bukan berarti selama tiga minggu vakum bersepeda. Bahkan, dia bersama adik dan mamanya bikin acara gowes sendiri di seputaran Kota Surabaya. Bosan dengan gowes, Mirda punya hobi lain yaitu mengendarai vespa. Khusus vespa, ada empat vespa yang dikoleksi di rumahnya.
Hobi bersepeda sebetulnya diakui Mirda dimulai sejak dia duduk di bangku Sekolah Dasar (SD). Rumahnya yang dulu di Petemon Surabaya, setiap hari harus menggenjot sepeda ke SD Mujahiddin di Perak dengan sepeda mini. Mengingat masa lalu, sekolah bersepeda dengan jarak yang cukup jauh, sekarang Mirda merasa enjoy kalau bersepeda. Tak disangka, kalau hobi bersepeda di masa kecil berlanjut sampai sekarang.
Kini, kalau lagi gowes dia selalu merasa fresh. Sebab, di sepanjang jalan yang dilalui bisa melihat aneka pemandangan indah dan hijau dedaunan. Tanpa disengaja, di jalanan bisa bertemu dengan kenalan baru. Atau, kadang juga bisa ketemu teman lama.
“Dengan bersepeda, bisa menikmati pemandangan Kota Surabaya. Suatu hari saya berada di wisata mangrove Gununganyar, kita bisa bertemu dengan para petambak udang windu atau ikan lainnya. Mereka membawa udang windu yang masih segar dan murah. Kalau naik mobil mana mungkin kita bisa melihat pemandangan cantik seperti ini?” kata dia bersemangat.
Ketika bersepeda bersama Komunitas Gowes MaCan BJ, kadang bisa menambah pertemanan. Seperti yang pernah dialami, tanpa sengaja komunitas gowes-nya bertemu dengan petinggi Petrokimia dan Semen Gresik di Jembatan Kenjeran Surabaya yang baru.
“Bisa ketemu dengan beliau-beliau gara-gara kita mencari orang yang bisa dimintai tolong memotret. Selain untuk dokumentasi, kita tunjukkan kalau kami sedang ber-gowes. Kok kebetulan ada komunitas gowes bapak-bapak yang lewat. Dengan sukarela beliau bersedia memotret kami. Pertemuan ini, kita manfaatkan untuk promosi produk-produk Bank Jatim. Mereka kami tawari agar membuka rekening di Bank Jatim. Eh, ternyata para bapak ini bilang sudah menjadi nasabah Bank Jatim. Lalu, mereka bilang kalau dari komunitas gowes Petrokimia dan Semen Gresik,” kenang Bu Mirda, panggilan akrab Dr Rizyana Mirda.
Dari pertemuan tak sengaja, akhirnya menambah teman. Menambah silaturahim. Kalau dulu menambah teman di lapangan golf, sekarang dengan bersepeda bisa menambah teman. “Ketika di Malang saat bersepeda ketemu salah satu rektor perguruan tinggi. Kami tetap berjualan, kepada beliau saya bilang ada program bagus dari Bank Jatim, yaitu Tabungan Valas. Akhirnya dia tertarik, besoknya langsung buka rekening,” kenangnya lagi.
Di rumah Mirda, berjejer rapi berbagai koleksi sepeda. Mulai dari sepeda kebo sampai merek ternama, yaitu Brompton yang harganya selangit. Kalau ditotal koleksi sepedanya ada 16 buah dari berbagai merek. Menurutnya, dari koleksi sepeda yang dimiliki paling disuka memang Brompton, karena praktis dan super ringan. Sepeda Brompton merupakan sepeda keluaran pabrik Brompton di Inggris yang menghadirkan desain rapi dan kompak dalam ukuran yang kecil.
Harga sepeda Brompton di Indonesia sendiri dibanderol cukup bervariasi tergantung jenisnya. Dari situs iprice edisi Juni 2021 harga sepeda Brompton dibandrol mulai Rp 35 juta – Rp 100 juta. Salah satu yang membuat sepeda Brompton berkualitas, karena cara pembuatannya tidak sepenuhnya otomatis oleh mesin namun juga dibuat dengan sentuhan tangan langsung (hand made).
Dari koleksi sepedanya, Bu Direktur Mirda juga menyayangi dua sepeda kebo yang dimiliki. Dua sepeda kebo itu diperoleh dari hunting di Lamongan dan Bojonegoro. Masing-masing sepeda dibelinya dengan harga Rp 4 juta. Lalu dipoles hingga terlihat kinclong. Biaya renovasi satu sepeda kebo, kisaran Rp 2,5 juta. Jadi total, Rp 6,5 juta untuk setiap sepeda kebo. “Saya senang sepeda kebo karena disamping kuno, juga bobotnya antep dan sadelnya empuk. Terus terang saya tidak ikut perkumpulan sepeda kebo. Ya, sekadar hobi saja,” katanya.
Ke depan, Mirda berharap pada pemerintah, gowes sebagai olahraga murah tetap ada. Sebab, beberapa tahun lalu berbagai komunitas gowes banyak bermunculan, kemudian menghilang. Lalu, sepi dan tidak ada sama sekali. Sekarang, bermunculan lagi. “Saya berharap kegiatan gowes tetap ada terus karena bersepeda sarana murah untuk berolahraga,” ujar dia.
Agar gowes terus langgeng, dia menyarankan kepada semua penggemar sepeda tidak usah melihat merek sepedanya. Terpenting dengan bergowes-ria bisa hepi dan sehat. Memang tidak bisa dipungkiri ada beberapa orang yang takut bersepeda di jalan raya.
“Takut apa? Karena pengendara sepeda motor di jalanan kadang ada yang kurang tenggang rasa. Ada kalanya kalau kita yang sedang gowes sudah memberi tanda belok dengan tangan, ada juga pengendara sepeda motor yang masih saja nekat menerobos,” katanya.
Atas nama penggemar sepeda ontel alias gowes, dia berharap ke depan Kota Surabaya memperbanyak jalur khusus sepeda, sehingga bersepeda merasa aman. Ini yang kami alamai ketika bersama MaCan BJ bersepeda dari GBK ke Monas melewati jalur khusus sepeda sehingga merasa nyaman dan aman. (kar/mus/bon)