KOTA Madiun selain dikenal pecelnya, juga punya oleh-oleh khas lain yaitu itu camilan madumongso. Camilan madumongso merupakan jajanan legit serta nikmat. Madumongso adalah makanan ketan hitam yang difermentasi ditambah rasa manis dan asam.
Salah satu pembuatnya adalah Bu Danuk Sriarini. Ia membuat madumongso sejak tahun 1995. Dia bilang membuat madumongso bukan dari turun temurun orangtua. Tapi (dengan gaya bercanda) dia bilang belajar otak-atik sendiri, yaitu pakai jurus SD alias Sinau Dewe.
Sebetulnya, membuat madumongso awalnya karena kehidupannya merasa kepepet saat itu. Padahal, keahlian satu-satunya hanya membuat madumongso. Lantas Bu Danuk mencoba keahliannya itu dengan modal beras ketan hitam lima kilogram. Sampai akhirnya dia mendapat perizinan lengkap dari Dinkes berupa izin PIRT (Produksi Industri Rumah Tangga) serta MUI tahun 1997.
Namun siapa sangka, madumongso bikinannya itu ternyata sudah terkenal di beberapa daerah. Pesanan pun terbilang cukup tinggi. Itu karena, dia membuat madumongso tanpa bahan pengawet.
Ia sadar, kebanyakan pelanggannya adalah para pejabat di Kota Madiun. Kebetulan, saat itu di rumah Bu Danuk di kawasan Jl Timbangan, Kelurahan Banjarejo, Kecamatan Taman, Kota Madiun kedatangan dua pegawai perempuan Pemkot Madiun. Mereka, memang jadi pelanggan tetap. Membeli untuk suguhan para tamu kantor.
Proses pembuatan madumongso itu tidak rumit, dimulai dengan memasak ketan hitam. Lalu diolah dahulu menjadi tape melalui proses fermentasi. Proses ini butuh waktu tiga hari. Setelah itu, tape ketan hitam yang telah jadi kemudian diolah lagi dengan menambahkan gula dan santan hingga menjadi seperti dodol atau jenang.
“Dulu, mengaduk tape ketan hitam masih menggunakan cara tradisional. Menggunakan tenaga manusia. Tapi, sekarang sudah menggunakan mesin, dari Pemkot Madiun karena saya sebagai binaannya. Saya dipinjami uang dulu, menggunakan sistem kredit sebagai pelaku UMKM. Kemudian mengangsurnya dan sekarang sudah lunas,” terang Bu Danuk.
Setelah jadi, kemudian madumongso dikemas dalam plastik berukuran 5-10 cm dan dihias dengan bungkus kertas crebe atau orang Jawa sering menyebut kertas klobot warna-warni untuk menarik perhatian. Rasanya yang asam bercampur manis dan gurih, membuat madumongso dicintai dan diburu para pecinta kuliner jajanan khas terlebih penikmat dodol ataupun jenang.
Menurut Bu Danuk, jajanan tradisional ini merupakan hidangan wajib saat Hari Raya Idul Fitri yang dirayakan setahun sekali. Kini, seiring dengan kemajuan zaman, memakan madumongso tidak hanya menunggu pada saat momentum Hari Raya Idul Fitri saja. “Kalau sekarang banyak dijual, itu karena makanan khas Madiun ini, banyak permintaan jelang Lebaran,” ucap Bu Danuk.
Pemerintah Kota Madiun menilai keberadaan jajanan khas madumongso sangat penting untuk dijadikan ikon kota. Hal ini sama pentingnya dengan sambal pecel yang telah dikenal lebih dahulu.
Nama Wahyu Tumurun untuk madumongoso produksi Bu Danuk adalah, dulu pemberian mantan wali kota Madiun, Pak Bambang Pamoedjo. Usaha wali kota untuk memajukan madumongso Bu Danuk, tak sampai di situ. Bahkan ikut mempromosikan lewat pameran-pameran yang diadakan di berbagai kota di Indonesia.
“Kalau Disperindag Kota Madiun pameran, misalnya, di Jakarta selalu membawa hasil produksi madumongso dan kartu nama saya. Nah, mulai dari situ permintaan pun berdatangan. Selain menjual di rumah, saya juga dibantu anak-anak berjualan lewat online,” jelas dia. (kar/mus/bon)