SURABAYA, arekMEMO.Com – Bikin buku ini seperti menata puzzle. Mengumpulkan potongan kisah masa lalu dan meraciknya jadi sebuah buku yang menarik agar bisa dibaca banyak orang.
Demikian cerita Achmad Pramudito yang hari Rabu (24/1/2024) merilis karya bukunya “Jurnalis, Cinta & Kehidupan”, di Surabaya Suite Hotel, Jl. Plaza Boulevard Jl. Pemuda No.33 – 37, Embong Kaliasin, Kec. Genteng, Surabaya. Dalam acara ini juga digelar acara diskusi, bertema “Transformasi Media : Dampaknya bagi Jurnalis & Dunia Industri”, menghadirkan pembicara Febby Mahendra, Direktur Pemberitaan Tribun Network, Dr Dhimam Abror mantan Pemred Jawa Pos dan penanggung jawab media online kempalan.com serta Firman S. Permana, GM Surabaya Suite Hotel.
Buku setebal 104 halaman itu mengulas perjalanan pria yang akrab disapa Mas Pra ini yang selama 40 tahun bergerak di dunia literasi. Terbagi dalam tiga bab, yakni perjalanan di dunia jurnalistik, makna cinta, dan tentang kehidupan yang dijalani sepanjang usianya yang kini melewati usia 60 tahun. Ia memulai karir sebagai wartawan Harian “Memorandum” pada tahun 1989, sambil merangkap sebagai guru di SMA Negeri Sampang, sehubungan SK-nya sebagai pegawai negeri, yang ditempatkan di SMA Negeri Sampang.
Namun profesi jurnalis lebih dicintainya. Setahun kemudian ia bergabung di Harian “Surya” dan pekerjaan sebagai guru itu ia tinggalkan, termasuk statusnya sebagai pegawai negeri. Mas Pra sangat menikmati pekerjaan sebagai wartawan. Darah jurnalis mengalir dari ayahnya, Farid Dimyati, mantan wartawan “Harian Umum” yang kemudian menjadi Kepala Humas Pemkot Surabaya zaman Wali Kota Soekotjo Sastrodinoto (1965-1974).
Saat media cetak semakin tergerus oleh media digital, ia bertransformasi pula ke media digital. Pensiun dari Harian “Surya” , tahun 2017, ia mendirikan media online iniSurabaya.com dan masih eksis sampai sekarang. Lika-liku sebagai wartawan dan kisah cintanya dengan istrinya yang dinikahinya selama 30 tahun ini ia tulis dengan gaya tulisan yang menarik. Misalnya, saat apel pacaran, Mas Pra selalu mengajak teman-temannya, karena ia tidak pede dan tidak punya bahan pembicaraan. “Justru yang ramai ngomong ya teman-teman itu. Saya cuma diam aja,” ujarnya sambil tertawa.
Pramudito juga tergabung dalam komunitas wartawan usia emas (Warumas) dan ikut unjuk karya-karya puisinya dalam empat buku antologi puisi yang diterbitkan Warumas.
Dalam diskusi jurnalistik yang diselenggarakan usai peluncuran buku, Febby Mahendra memaparkan bagaimana Tribun Network bertransformasi dari koran cetak ke media online, sejak tahun 2010. Dan tahun 2018 mulai mengembangkan media audio visual.
Secara bertahap Febby melaksanakan strategi menghadapi era digital agar tetap eksis. Antara lain, meniadakan komputer di kantor untuk para reporter. Gantinya, seluruh reporter dibekali dengan smartphone sehingga bisa langsung membuat berita di lapangan. Ia juga membentuk divisi audio visual. Skill reporter di lapangan ditambah yaitu membuat video, melakukan live report, dan melakukan talkshow.
Selain itu juga memperbanyak konten evergreen (tidak memiliki batasan waktu, tidak terlalu terpengaruh dengan tren, isu kontroversial, atau topik yang sedang viral). (sas/*)