Pusara sang pencipta Indonesia Raya, WR. Soepratman di jl. Kenjeran, Rangkah, Surabaya, Jawa Timur

SURABAYA, arekMEMO.Com – ‎Di tengah sorotan atas krisis moral dan melemahnya semangat nasionalisme, gema Indonesia Raya tiga stanza kembali menggema dari Museum dan Makam WR Soepratman di Surabaya. Kegiatan yang digagas oleh komunitas pecinta Indonesia ini menjadi penanda 97 tahun lahirnya lagu kebangsaan yang menggetarkan sejarah dan mengikat jiwa bangsa.

Rudy T Mintarto, ketua panitia peringatan 97 tahun Indonesia Raya

‎Ketua Panitia Rudy T Mintarto menegaskan, kegiatan ini bukan sekadar peringatan, tetapi gerakan kebudayaan yang mengajak rakyat Indonesia menghidupkan kembali semangat tiga stanza yang nyaris terlupakan.

‎“Kita tidak boleh berhenti di satu bait. Di tiga stanza, Soepratman menulis seluruh roh perjuangan bangsa — tentang tanah air, pengorbanan, dan kemajuan. Dengan menyanyikannya penuh, kita memanggil kembali jiwa kebangsaan yang mulai pudar,” ujar Rudy.

‎Rudy menjelaskan, makam WR Soepratman dipilih sebagai lokasi utama untuk mengingatkan publik bahwa perjuangan bisa lahir dari ruang kesederhanaan.

‎“Beliau tidak berperang dengan senjata, tapi dengan biola dan pena. Lagu Indonesia Raya lahir dari hati yang tulus dan pikiran yang merdeka,” katanya. Acara berlangsung pada hari Selasa, 28 Oktober 2025, pukul 14.00. Berawal dari museum dilanjutkan di makam.

‎Penasihat program, Prof. Dr. Siswanto, menyebutkan bahwa pengabaian terhadap dua stanza berikutnya membuat bangsa kehilangan sebagian besar nilai moral yang diwariskan Soepratman.

‎“Bait kedua dan ketiga berisi ajaran pengorbanan, tanggung jawab, dan semangat persatuan. Jika hanya satu stanza yang dinyanyikan, kita kehilangan ruh moral dari lagu kebangsaan,” ungkapnya.

‎Sementara itu, Rokimdakas, sekretaris sekaligus desainer program, menjelaskan bahwa acara ini dikemas secara estetis dan reflektif melalui musik biola, pidato kebangsaan pembacaan puisi perjuangan, serta slametan.

‎“Kami ingin masyarakat melihat bahwa patriotisme bukan sekadar slogan. Ia bisa hidup melalui seni dan budaya yang jujur, seperti yang dilakukan Soepratman,” tutur Rokim.

‎WR Soepratman lahir pada 9 Maret 1903 dan wafat 17 Agustus 1938 dalam usia 35 tahun. Meski tak menikah, ia mengabdikan hidupnya sebagai pendidik dan wartawan serta mencipta lagu pemersatu bangsa, hingga dianugerahi gelar Pahlawan Nasional dan Bintang Mahaputra Utama.

‎Gema Indonesia Raya tiga stanza dari makamnya menjadi simbol kebangkitan nurani bangsa. Mengingatkan bahwa kemerdekaan sejati adalah kesetiaan menjaga nilai moral dan kebangsaan di tengah zaman yang mudah tergoda kekuasaan.

‎=========

Artikulli paraprakLaNyalla Siap Perjuangkan Aspirasi Guru Madrasah se-Jawa Timur Jadi PPPK
Artikulli tjetërSupervisi dan Asistensi Standar Bangunan Ponpes, LaNyalla Apresiasi SKB 3 Menteri